Banyu menatap Amanda yang duduk di sampingnya. Terlihat gadis itu memandang langit dengan tersenyum tipis, mengangkat tangan sambil membuat bentuk lingkaran, seperti menangkap bintang yang baru mulai banyak muncul usai dua jam hujan mengguyur kota.
Setelah membuang fokus dari Amanda, Banyu kembali menatap pemandangan yang disuguhkan oleh tempat yang mereka datangi. Sebenarnya, itu hanya atap gedung yang sudah tidak terpakai, tetapi Amanda memiliki inisiatif untuk menggelar tikar sambil makan buah di sana dan senter sebagai penerang. Jika diingat lagi bagaimana semangatnya gadis berkacamata tersebut, Banyu sampai menggeleng beberapa kali.
"Padahal kita bisa pergi makan malam di restoran teman papaku, di sana menunya enak-enak," ujar Banyu dan membuat Amanda menoleh.
Amanda menarik lagi sudut bibir ke atas, menggeleng perlahan, lalu mengambil selimut yang sudah disiapkannya sebelum menemui Banyu di depan toko bunga beberapa jam lalu. "Di sini sudah cukup dan terima kasih untuk bunga matahari yang tadi," jawabnya sambil menutupi kaki Banyu dengan kain tebal di genggaman.
"Ah, kamu aja yang pakai ini, Amanda. Aku enggak apa-apa." Banyu berusaha menolak, tetapi ditahan oleh Amanda.
"Ini selimutnya gede, kok. Bisa buat berdua," jawab Amanda sambil menutup kakinya.
Banyu mengangguk lantas menerima bantuan dari Amanda dengan senang hati. Dia kembali mengingat kata-kata Seana untuk berusaha lebih keras agar bisa mendapatkan kebahagiaan yang lain. Namun, apa pantas menjadikan Amanda sebagai sosok itu? Banyu mengetuk pelan kepala sendiri. Tidak, pikirnya. Amanda terlalu baik jika dijadikan pelampiasan, mana mungkin dia tega.
"Banyu, aku tahu kamu merasa risih di dekat aku," ucap Amanda tiba-tiba.
Usai memandang si lawan bicara, Banyu menghela napas. Dia mengelus puncak kepala Amanda, membuat gadis itu tersenyum tipis, tetapi memegang lengan Banyu dengan lembut.
"Aku enggak minta kamu untuk suka balik ke aku, tapi apa boleh kasih aku kesempatan, Banyu?" Amanda menurunkan tangan Banyu dari surainya, menggenggam erat jemari besar itu dengan perasaan sedikit gusar karena detak dalam dada begitu keras.
Banyu berkedip beberapa kali dengan mulut terbuka sedikit. Dia menelan ludah berat, mengembuskan udara pelan seraya menarik lagi tangan dari genggaman. Sambil membuang arah penglihatan, Banyu melipat dengkul sampai naik, meletakkan lengan di sana, kemudian memandang langit malam yang sekarang tampak terang.
"Amanda, hati aku berhenti di satu perempuan, dan itu bukan kamu. Akan keterlaluan jika aku bersama dengan kamu, tapi perasaan aku untuk gadis lain, 'kan?" Banyu mengacak rambut sebentar, kemudian kembali menoleh ke Amanda.
"Memang terlalu jahat, tapi kita enggak tahu kalo enggak dicoba, 'kan? Bisa aja setelah kita jalani hubungan yang lebih serius, kamu jadi bisa lupain dia," terang Amanda lalu menggigit bibir bawah.
Banyu tertawa sampai menutup mulut dengan punggung tangan. Dia menyapu ujung mata dengan telunjuk karena air yang turun dari sana. Ternyata kalimat yang dikatakan Amanda benar-benar mengocok perut pemuda itu.
"Apa kamu suka banget sama aku sampai berpikir kayak gitu, Amanda?" tanyanya sambil memutar arah duduk, berhadapan langsung dengan si lawan bicara.
Amanda mengangguk, melakukan hal yang sama dengan Banyu, lalu menatap netra pemuda itu. "Apa perasaanku mengganggu kamu, Banyu?"
"Enggak, sama sekali enggak, Amanda. Perasaan itu enggak bisa dipaksa, sama seperti kamu suka ke aku, itu bukan kehendak kamu, 'kan? Begitu juga dengan perasaan aku ke perempuan yang aku bilang tadi. Ini enggak direncanakan dan terjadi secara tiba-tiba, aku suka dia tanpa instruksi apa pun, tapi itu bertahan lama. Maaf, Amanda, kesempatan yang kamu minta belum bisa aku kasih," jelas Banyu, kemudian mengulas senyum lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [Terbit✓]
RomanceSagara, seorang mahasiswa semester lima jurusan teknik informatika. Dia memiliki otak yang cerdas dan termasuk pemuda yang tampan, bahkan kaya raya. Namun, di balik semua kesempurnaannya, dia seorang yang tidak mampu menolak pemintaan orang lain, te...