Suara jarum jam bergerak mengisi hening di ruang rawat tempat Sagara tidur sekarang. Tampak Seana meletakkan kepala di sebelah ranjang rumah sakit dengan menatap sosok ber-dimple itu. Dalam otaknya, gadis bersurai gelombang terus saja menebak kemungkinan, bagaimana bisa luka-luka ada di tubuh Sagara, bahkan bertambah dari semalam. Dia juga sangat terkejut ketika tiba di rumah pemuda tersebut dalam keadaaan tidak terkunci, apalagi kata-kata yang terdengar dari Sagara sebelum pingsan dalam pelukannya.
Seana menyentuh punggung tangan Sagara dengan telunjuk secara perlahan. Dalam dada, dapat dia rasakan masih berdetak cepat sebab menelfon ayah Sagara dengan ponsel pemuda itu beberapa menit lalu.
"Ayah, Seana."
Jawaban Sagara tadi malam membuat Seana mendesis kecil, membayangkan bagaimana selama ini pemuda itu mendapatkan semua luka dan memar di tubuh tegap tersebut.
Ketika mendengar suara langkah mendekat, Seana segera duduk tegak, menjauhkan tangan dari Sagara, kemudian menoleh ke belakang. Tampak seorang pria paruh baya dengan setelan jas biru tua mendekatinya. Raut di wajah itu tampak dingin, mirip seperti Sagara jika sedang serius.
Seana berdiri, menghadap ke arah pendatang, lalu membungkukkan tubuh sedikit dan berujar, "Ha-halo, Om. Saya Seana Nayara."
"Hai, Seana. Saya ayah Sagara Reiga Aditya. Senang bisa bertemu dengan kamu," balas pria itu dengan menepuk pelan bahu si lawan bicara.
Setelah tersenyum tipis, Seana pergi menjauh dari sana, ingin memberikan waktu kepada ayah Sagara agar bisa berdua dengan sang anak.
"Tunggu, Seana."
Perkataan itu membuat kaki pendek Seana berhenti, tepat di ambang pintu ruang rawat VIP tersebut. Dia berbalik lagi, menatap sang pemanggil yang melihatnya dengan sendu.
"Kenapa, Om?" Seana berkedip beberapa kali dengan mengulum bibir mungilnya.
"Terima kasih sudah bawa Sagara ke sini."
Seana tersenyum lebar sampai gigi terlihat, mengangguk, lantas kembali berjalan mendekati tempat Sagara berbaring, di sebelah ayah pemuda ber-dimple.
"Kembali kasih, Om. Tapi ... ada yang mau saya tanyakan," ujar Seana dengan sedikit mengernyit.
"Apa?"
Seana menatap ke kiri, sedikit mendongak untuk bisa menatap sang lawan bicara tepat di netra hitam kecil itu. Kemudian, dia mengepalkan kedua tangan lalu bertanya, "Dari mana luka-luka Sagara datang?"
***
Hari sudah hampir menunjukkan pukul enam sore, tetapi Banyu masih harus menemani sang sahabat masa kecil bermain di pantai sekarang. Dia duduk di pasir sambil menyelonjorkan kaki tanpa alasnya. Pemuda berambut cokelat gelap itu menatap ke mana arah Seana menjelajahi bibir pantai dengan sandal jepit bermotif stroberi, kemudian tersenyum tipis.Banyu menghela napas dalam, berdiri, lalu membersihkan bokong yang kotor karena pasir. Dia melambaikan tangan ketika Seana memandangnya, kemudian berlari dan menghampiri gadis itu.
"Apa ada yang ganggu pikiran kamu, Seana?" Banyu bertanya sambil membuka kemeja kotak-kotak yang dipakai, menyisakan kaus hitam polos berlengan pendek di tubuh tinggi hampir 190 cm itu.
Setelah mengangguk, Seana menunduk, menatap kuku kaki yang sudah kotor karena pasir mulai masuk ke sana. Dia tersentak kala merasakan Banyu yang mendekat dan mengenakan kemeja itu dari belakangnya.
"Jangan sampai masuk angin."
Itulah yang dikatakan Banyu ketika bertemu pandang dengan Seana. Dia mengelus puncak kepala gadis berambut gelombang pelan, kemudian menyelipkan anak rambut yang menutupi pandangannya untuk melihat paras cantik sang sahabat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [Terbit✓]
RomanceSagara, seorang mahasiswa semester lima jurusan teknik informatika. Dia memiliki otak yang cerdas dan termasuk pemuda yang tampan, bahkan kaya raya. Namun, di balik semua kesempurnaannya, dia seorang yang tidak mampu menolak pemintaan orang lain, te...