Di halte depan komplek perumahan, hanya ada dua orang duduk bersebelahan setelah turun dari bus di sana. Terlihat Sagara sibuk mengelap cairan yang menempel di baju Seana. Pemuda itu terus menggosok sapu tangan di bahu mungil gadis berambut gelombang, berhadap liur yang hampir mengeras di sana bisa hilang.
"Ma-maaf, Seana. Aku enggak tahu kalo bakal ketiduran, bahkan sampe kayak gini," ucap Sagara masih terus mencoba.
Seana mengembuskan udara ke atas sampai poni tipis itu terbang sebentar. Dia menoleh ke kiri, menatap Sagara yang berjarak cukup dekat dengannya. Mulai gadis berpipi tidak gembil tersebut menyentuh dahi si pemuda berambut legam menggunakan telunjuk, membuat kegiatan yang tengah dilakukan Sagara berhenti.
Setelah mengangkat wajah sedikit, Sagara bisa melihat Seana yang tengah memandangnya. Dia menelan ludah berat, melepaskan sapu tangan begitu saja, lalu menggeser bokong agar sedikit menjauh.
"Kamu enggak perlu lihatin aku kayak gitu," keluhnya sambil menggaruk pipi dengan telunjuk.
Karena mendengar ucapan itu, Seana berdecih lantas mengambil sapu tangan yang berada di kakinya. "Kamu yang seharusnya enggak perlu bersihin baju aku."
Sagara kembali mendekati Seana, membuka jaket denim yang dikenakan, kemudian meletakkan di pangkuan.
"Kamu perlu aku antar sampai ke rumah?" tanya Sagara yang membuat Seana melihatnya.
Seana menggeleng, lantas menjawab, "Enggak perlu, ini masih jam setengah delapan.
"Kalo gitu aku antar sampe halaman aja," sahut Sagara lagi.
Sambil melongo, Seana menepuk jidat sendiri, merasa Sagara tidak mengerti dengan maksudnya tersebut. "Enggak usah, Sagara. Aku bisa pulang sendiri."
"Aku bisa antarin, kok. Lagian kalo emang enggak mau diantar, kenapa enggak minta berhenti di halte sebelum ini?" protes Sagara lalu menyambar sapu tangan di genggaman Seana.
Gadis bernetra tajam mencebik, menirukan apa yang dikatakan Sagara dengan mata sedikit menutup. "Kamu tadi tidur. Ya, ampun! Ingatan kamu pendek banget kayak pensil SD yang terus diraut," sarkas Seana, lalu berdecak pada akhir kalimat.
"Kamu bisa aja bangunin aku." Sagara bergumam, tetapi masih bisa didengar gadis di sampingnya.
"Udah aku coba, tapi enggak bisa. Kamu itu tidur apa sekalian cosplay jadi kayu, sih? Heran banget lihatnya," keluh Seana lagi.
"Iya-iya, maaf. Salah aku ini semua. Karena itu, sebagai gantinya, biar aku antar kamu pulang," tawar Sagara sambil memainkan jaket di pangkuan.
"Ya, udah aku mau," ucap Seana yang langsung membuat Sagara mengangkat pandangan. "Tapi, cuma sampai depan rumah Banyu aja." Kalimat itu mampu menghilangkan semangat yang ada di mata pemuda ber-dimple, bahkan kembali menunduk meski tetap berdiri.
Sagara berjalan lebih dulu, meninggalkan Seana yang masih duduk menatap punggungnya. Gadis itu memajukan bibir sambil mengerutkan kening, tidak paham dengan sikap si teman prodi yang terlihat seperti anjing kecil kehilangan tulang besar, murung dan suram. Bisa dibayangkan Seana ada aura gelap imajiner di belakang tubuh tegap yang tengah ditatapnya itu.
"Oi, tungguin! Kamu niat antarin aku pulang enggak, sih!" teriak Seana dan membuat Sagara berhenti.
Setelah berbalik, pemuda itu memandang Seana yang sudah berdiri. Dia berjalan mendekat lagi ke arah gadis penyuka stroberi, tetapi tidak sampai naik ke halte, memilih tetap berada di bawah agar tinggi tubuhnya dan Seana hampir sama sekarang.
"Coba lancang depan," pinta Sagara pelan.
Seana mengerutkan kening, tetapi masih tetap melakukan apa yang dikatakan Sagara. Dia mengangkat tangan kanan hati-hati, takut mengenai dada orang di depannya karena berjarak cukup dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [Terbit✓]
RomantizmSagara, seorang mahasiswa semester lima jurusan teknik informatika. Dia memiliki otak yang cerdas dan termasuk pemuda yang tampan, bahkan kaya raya. Namun, di balik semua kesempurnaannya, dia seorang yang tidak mampu menolak pemintaan orang lain, te...