Membantu Amanda

76 27 13
                                    

Seana keluar dari apotek setelah membeli beberapa obat-obatan untuk membersihkan luka. Dia melihat ke seberang jalan, tampak Sagara duduk di kursi depan minimarket yang tidak begitu jauh dari perusahaan tempat magang mereka.

Setelah memastikan kanan dan kiri jalanan kosong, Seana menyeberang sambil berlari dengan menenteng plastik putih. Dia duduk di kursi sebelah Sagara, tepat di kursi stainless, lalu meletakkan barang bawaan ke meja yang ada di depan mereka.

"Coba lihat ke sini," titah Seana sambil memegang dagu Sagara.

Terlihat sudut bibir pemuda itu berdarah, bahkan di dekat pangkal hidung tampak ada sedikit goresan. Seana mengelus paras tampan berkulit putih tersebut, menyentuh lebam di tepi mata kecil legam Sagara, kemudian meringis pelan.

"Lumayan banyak kamu dihajar sama Pak Andri ternyata. Kamu kenapa bisa berantem sama dia, sih? Untung aja atasan enggak mau bawa ini ke polisi, kalo enggak, pasti kamu udah di sana untuk kelarin masalah ini." Seana mengomel seraya mengeluarkan obat merah dan kapas dari plastik.

Terdengar helaan napas dari Sagara, bahkan gerak Seana sempat terhenti karena reaksi pemuda itu terhadap perkataannya beberapa saat lalu. Sagara memegang tangan kanan Seana yang sudah mulai terangkat untuk mengobatinya, menatap lekat netra cantik tersebut, kemudian melepaskan lagi genggaman.

Seana mengernyit, memukul pelan kepala Sagara, lalu berujar, "Kamu ini kenapa, sih!"

Sagara masih tidak menjawab. Dia kembali melihat Seana, kali ini lebih dalam dari sebelumnya sampai membuat orang yang ditatap menelan ludah. Pemuda berambut hitam itu memegang tangan kursi di sisi tubuh Seana cukup erat, menarik agar lebih mendekat dengan sekali gerakan, membuat gadis itu tidak seimbang hingga terhuyung ke depan, bahkan memegang kedua bahu tegap Sagara.

Dapat Seana cium aroma tubuh Sagara, terasa lembut dan maskulin dalam waktu yang sama, bahkan bisa dihirupnya wangi cedarwood dari kemeja yang dikenakan pemuda itu. Seana hendak menarik tubuh lagi, tetapi Sagara menahan punggungnya dengan dekapan lembut, terkesan hangat dan tidak memaksa.

"Apa yang kamu lakuin, Sagara? Kita harus cepat obatin luka kamu dan aku harus kembali magang," ucap Seana pelan.

Sagara bergeming sejenak, mendengar kata magang membuat suasana hatinya memburuk, mengingat bagaimana kejadian di toilet karyawan beberapa saat lalu. Dia mengendurkan dekapan lalu meletakkan kepala di bahu Seana, menikmati wangi permen stroberi yang menjadi aroma khas tubuh gadis itu, terasa menenangkan.

"Jangan coba-coba buat mesum, Sagara. Aku bisa teriak, di sini banyak—"

"Seperti ini sebentar aja, Seana. Aku mohon ...," lirih Sagara sambil meraih tangan Seana yang ada dipundaknya.

Pemuda berlesung pipi meletakkan telapak tangan yang lembut itu ke puncak surainya, membuat gerakan mengelus, seolah-olah Seana yang melakukan.

"Kamu kayak anjing kecil yang minta dimanja," ledek Seana kemudian membelai rambut Sagara pelan.

Sagara mengangkat kepala lagi, menatap Seana dengan terus memegang kedua bahu gadis itu. Dia tersenyum tipis sampai lubang kecil di kedua pipinya terlihat. "Akhirnya, selesai isi daya."

Sambil memajukan bibir, Seana melepaskan genggaman yang ada di sisi tubuh. Dia memegang kedua pipi Sagara dengan sebelah tangan, tidak peduli rintihan pemuda itu karena bibir yang terjepit.

"Kamu udah bikin masalah, terus bikin orang khawatir. Bisa-bisanya senyum lebar kayak gitu," ujar Seana lalu menjauhkan tangan.

"Sekarang, ceritain apa yang terjadi antara kamu sama Pak Andri?" tambahnya, kemudian mulai mengobati sudut bibir Sagara.

Ineffable [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang