Sore hari di samping jalan komplek perumahan, Sagara melangkah sambil mendengarkan lagu dari ponsel yang ada di saku jaket. Tampak sosok tinggi berkulit putih yang mengenakan topi hitam itu mengangguk pelan, mengikuti alunan irama yang terdengar dari earphone yang tersumpal di kedua telinga. Dia melakukan peregangan sambil terus menyusuri jalanan di sana, berlari di tempat beberapa detik hingga akhirnya memutuskan untuk melajukan tungkai lebih cepat untuk mengitari sekeliling.
Saat tiba di depan taman komplek, Sagara berhenti, melihat situasi tempat yang sudah berbeda sejak terakhir kali dia berkunjung ke sana ketika menginap di rumah sang nenek. Pemuda itu berjalan pelan, mengelap peluh dengan punggung tangan sambil terus mendekat.
Sagara melihat sekeliling, dua ban yang digantung sudah menjadi ayunan kayu sekarang, perosotan yang usang telah diganti dengan cat yang lebih cerah. Sambil terus berkeliling, dia tersenyum tipis, memikirkan jika sewaktu kecil dulu lebih banyak menghabiskan waktu di luar kota, ke rumah sang nenek daripada dengan kedua orang tuanya yang sering bertengkar.
"Selesain semua permasalahan rumah tangga kalian dan biarin Gara tinggal sama Ibu."
Itulah yang dikatakan sang nenek dari pihak ayah Sagara saat pemuda tersebut berumur enam tahun.
Ketika melihat bangku panjang yang ada di bawah pohon, Sagara menuju ke sana, duduk, lantas meluruskan kaki yang terasa lelah karena berkeliling beberapa menit lamanya. Dia menatap langit sambil membuat badan agak ke belakang dengan tangan yang menumpu di sisi tubuh. Awan terlihat agak mendung, tidak begitu cantik karena rona jingga sama sekali 'tak ada.
Sambil menikmati embusan angin, Sagara menutup mata, melepaskan earphone, lantas membiarkan surai legam itu berterbangan mengikuti permainan sang bayu. Namun, suasana tenang tersebut berganti panik sampai membuat pemuda berlesung pipi memelotot karena mendengar suara aneh dari atas pohon tempatnya bersantai.
Sagara menengadah, memicingkan pandangan untuk memastikan makhluk apa yang membuat suara seperti monyet mencuri buah mangga itu. Matanya membola, mendapati punggung sosok berpakaian putih dengan rambut yang digerai, persis seperti hantu yang biasa dilihat Sagara dalam televisi atau film bioskop.
"Kuntilanak!" teriak Sagara histeris dan langsung berdiri.
Setelah menjauh beberapa langkah dari pohon mangga, Sagara berdiri dan menatap tumbuhan rindang itu. Dia meremas celana olahraga kuat, tetapi berusaha untuk mendekat lagi. Rasa penasaran lebih penting bagi Sagara sekarang, apalagi dulu pernah ada rumor hantu penculik anak yang suka tidak mandi sore di komplek perumahan tersebut.
"Sekarang, aku udah besar. Meski belum mandi, enggak mungkin hantunya culik aku, 'kan? Dia enggak akan sanggup angkat aku," gumam Sagara sambil terus mengikis jarak dengan pohon.
Dia berjalan ke belakang bangku yang ditempati beberapa menit lalu, kemudian menutup mata rapat, menghitung dalam hati untuk menengadah tiba-tiba, dan mendapati sosok hantu itu.
Setelah mencapai hitungan kelima, Sagara pun membuka mata, tetapi belum sempat mendongak, dia sudah lebih dulu melihat kepala orang terbalik dengan rambut panjang yang beberapa helai mengenai wajahnya.
"Akkkh! Jangan makan aku, aku enggak gendut, gadingku pahit kayak pare!" Sagara kembali histeris sambil terpejam erat.
"Oi, Sagara! Ini aku."
Ucapan itu membuat pemilik nama membuka lagi mata meski secara takut-takut. Sagara tersenyum lebar ketika mendapati wajah Seana tepat di depannya sekarang. Dia menengadah, melihat kaki Seana yang menggantung pada dahan pohon mangga di sana dan tangan gadis itu yang memegang baju agar tidak terbuka.
"Selain mirip hewan yang bisa ngepet, kamu juga mirip makhluk halus," ujar Sagara seraya menyeka peluh di pelipis.
***
Seana duduk di ruang tamu rumah nenek Sagara. Dia meletakkan tangan di atas dengkul, kemudian melihat sekeliling bangunan bercat putih yang tampak tua, tetapi megah itu, memiliki perabotan yang unik dari kayu jati, seperti meja, sofa, rak televisi, dan lemari kaca yang diisi beberapa piala di dalam sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/279463838-288-k542384.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [Terbit✓]
Lãng mạnSagara, seorang mahasiswa semester lima jurusan teknik informatika. Dia memiliki otak yang cerdas dan termasuk pemuda yang tampan, bahkan kaya raya. Namun, di balik semua kesempurnaannya, dia seorang yang tidak mampu menolak pemintaan orang lain, te...