"mau sampai kapan Ja ?" Dika menatap temanya yang sedang asik nyebat itu terhitung sudah dua batang yang dia hisap, beberapa menit yang lalu Eja sampai dirumahnya dengan emosi yang kacau.
apalagi pelampiasan Eja kalau bukan nyebat."apa nya Dik?" Eja memijat kepalanya pelan sambil menghisap rokok ditanganya dia sudah terlalu kacau, untungnya rumah Dika sepi Ayah Bunda nya sedang ke Jogja dirumah hanya ada dia dan pembantunya.
"mau sampai kapan lu ngelampiasin emosi ke rokok Eja? lu tau kondisi lu gimana ken-"
"sampai semuanya selesai." Belum sempat Dika melanjutkan bicara, temannya itu sudah memotong pembicaraan.
"Sampai penderitaan, dan kehidupan gue yang miris selesai." Sambungnya lagi.
Dika menghela napas panjang. "lu nyerah? Yakin lu mau kalah sama kehidupan?"
"Dika, lu tau kan keadaan gue gimana? Walaupun gue bakal bilang gue engga nyerah,ujungnya gue bakal kalah Dik sama takdir."
Seakan memprediksi takdir yang selalu main-main dengannya Eja begitu yakin akan ending kehidupannya seperti apa.
"ya masa lu mau nyerah begitu aja Ja? Hidup itu pilihan lu bisa milih lu yang kendaliin kehidupan lu, kalau lu nyerah berarti lu pasrah aja tanpa mau ngubah sesuatu yang bisa diubah ?"
Sekali lagi, helaan napas terdengar di sela keheningan mereka berdua." Kalau gue kalah sama takdir, gimana Dik ?"
"At least you've fought so far, for the sake of a life that often jokes with humans." Dika tau, temannya ini tidak pantang menyerah dengan kehidupan.
bagi Dika, hidup itu lelucoan kadang senangnya membuat terbang sakitnya membuat jatuh sejatuh-jatuhnya.
"Matiin rokok lu atau gue sembur pake selang taman nih." Dika kalau ngancam tidak main-main buktinya sekarang dia benar-benar mau mengambil selang di teras rumahnya."iya gue matiin anjir, jangan disiram juga lah engga bawa baju ganti gue."
"oiya, gue nginep ya males dirumah sumpek."
Ya mau Dika tolak juga itu anak tetap bakal tidur dirumahnya.
"tapi lu engga bawa baju sekolah kan ?"
"Izinin gue besok, bilang aja kucing Janu ngelahirin gue bantu lahiran."
Satu keplakan diterima Eja, membuat dirinya meringis pelan."lu main keplak aja."
"Alasan lu enggak masuk akal lagian." Sumpah demi apapun Dika emosi.
Eja tertawa ringan, berusahan mencairkan suasana diantara mereka. "Yaudah sih izinin aja besok gue apa kek alasannya."
"Sehari aja tapi ya."
"Iya bawel." Mereka sekarang sedang berada di teras, untungnya rumah Dika agak renggang dengan tetangga jadi suara mereka berdua tidak mengganggu, seharusnya.
"Oiya btw, Bunda nya Nadin tau sama gue." Dika menatap Eja keheranan.
"Hah kenal dari mana ?"
"Tante Renjana sahabat Bunda gue, dan lu tau sialnya gue dititipin Nadin, mau engga mau gue iyain walaupun gue males semales malesnya itu cewek galak bener."
Dika tertawa sekencang-kencangnya apa yang dia bilang tempo hari ke Janu benar,saking bencinya Nadin dan Eja satu sama lain, akhirnya disatuin sama garis takdir, engga boleh benci nanti bisa jadi benar-benar cinta.
-
Pagi ini Nadin siap memulai semuanya, tentunya memulai kesialan karena hari ini dia ketemu Eja lagi, sudah dipastikan karena mereka sekelas dan bunda nya menitipkan dia ke Eja, sialan.
![](https://img.wattpad.com/cover/278700964-288-k932944.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagat Nabastala
FanfictionTerkadang kehidupan selalu menjelma menjadi asap kecil yang berterbangan, entah terbang ke arah gelap atau terbang ke arah terang, dan semesta turut serta bermain sebagai pengatur alur kehidupan. Ini bukan kisah tentang malam merindu siang, atau faj...