- Intuisi cinta pada hati

196 54 380
                                    

Semilir angin menembus helaian rambut Nadin, kini diatas motor Vespa Eja ditemani dengan malam berbintang mereka berboncengan menuju rumah sang gadis mengantarnya pulang, malam ini pelabuhan cinta resmi dibuka antara Nadin dan Eja. Nadin sibuk bergelut dengan pikiranya sendiri sementara dengan nyamannya dia menyandarkan kepala pada belakang pria yang sedang mengendarai Vespa dengan kecepatan sedang. Menikmati setiap inci situasi, Eja tidak protes melihat gadisnya bersandar begitu saja. Tidak ada batas kecanggungan lagi karena Nadin sudah resmi menjadi gadisnya beberapa jam yang lalu, bersama para bajindul dan Adis yang ikut andil.

Setelah lama bersinggungan dengan jalanan dan orang-orang di sepanjang jalan pulang, Nadin akhirnya sampai dirumah tapi baik Bunda dan Ayahnya belum datang juga.

"Lu sendiri dirumah?"

Nadin mengangguk, karena memang itu kenyataanya.

"Kenapa enggak ngabarin gue Nadin? Kalo ada penculik gimana?"

Nadin mendecak sebal dia menuruni Vespa Eja kemudian berdiri menghadap laki-laki yang masih duduk setia pada Vespa nya sambil menatap teduh dengan senyuman khas akibat ulah sang gadis yang nampak random.

"Gimana gue mau ngehubungin? Ponsel lu enggak aktif Eja percuma lu punya ponsel tapi enggak bisa dihubungin." Sindir Nadin terang-terangan. Sementara Eja terkekeh pelan melihat gadis didepannya ini mengomel serta menyindirnya secara langsung dengan dua tangan dipinggang sudah seperti ibu-ibu komplek biasanya.

"Iya, maaf ya.. cantik, nanti ponsel 24 jam sama gue deh."

"IH ENGGAK GITU JUGA!" Tidak akan berubah, walaupun statusnya Nadin sudah jadi pujangga Eja tapi sifat ngegasnya tidak bisa ditinggalkan begitu saja, Eja sudah terbiasa anggap saja latihan dasar kepemimpinan paguyuban telinga sekitar.

"Masa sama pacar ngegas gitu?"

"Idih, emang kita pacaran?" Nadin bermaksud menggoda Eja ingin melihat ekspresi cemberut anak itu, tapi malah dia yang dibuat cemberut.

"Oh, yaudah deh gue sama mbak Kinara aja kalo gitu."

Mbak Kinara itu tetangganya Eja dan Janu, setau Nadin Kinara sangat cantik mampu membuat dirinya insecure apalagi tutur lembut Kinara bisa membuka hati pria mana saja yang melihatnya, Nadin tidak mengarang kok dia diceritakan Janu saat kerja kelompok. Nadin juga sudah melihatnya secara langsung waktu itu Janu juga sempat naksir mbak Kinara dan dapat Nadin pastikan kalau Ergas ataupun Dika melihat Mbak Kinara, mereka juga akan berpikir demikian bahwa Kinara adalah definisi lembut tutur agung.

"Yaudah sana sama mbak Kinara, bodo amat."

"Bercanda sayang, udah kenapa sih ngomelnya."

Nadin tersipu malu, tapi dia berusaha santai saja seolah sudah biasa mendengar kata sayang padahal hatinya sudah salto hampir kayang.

"APAAN SIH SAYANG PALA LU PEANG."

"Din, gue ingetin sekali lagi kalo lu lupa, lu udah resmi jadi ceweknya Dareza Jingga nabastala. So, enggak ada larangan buat gue manggil sayang, ya enggak sayang nya Eja?" Wajahnya Nadin merah padam, dia menahan malunya mati-matian jadi begini rasanya diterbangkan ke langit paling atas. Sampai sekarang pun Nadin serasa mimpi bisa menjalin hubungan dengan Eja. Jadi jangan sesekali bermain dengan kata benci, nanti bisa jadi cinta seperti mereka contoh nyatanya.

"Sini peluk dulu." Eja berdiri kemudian merentangkan kedua tanganya, mempersilahkan sang gadis jatuh pada lingkup  tubuhnya. Nadin hanyalah wanita biasa, wanita yang sedang berada pada kadar jatuh cinta tingkat tinggi, sunggingan senyum menghiasi bibir Nadin tanpa pikir panjang dia memeluk Eja, membiarkan aroma Cocoa menelisik masuk jauh melalui indera penciuman nya. Itu akan menjadi bau favoritnya atau bahkan ditetapkan menjadi candunya setelah malam ini dan hari-hari berikutnya yang akan datang.

Jagat Nabastala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang