Selepas menikmati Braga disore temaram bermandikan hujan tipis, Nadin tertidur menuju perjalanan pulang. Gadis itu mendengkur pelan sementara Eja hanya fokus pada jalanan dia menyetir dengan kecepatan sedang, sampai malam berhadir hujan tidak juga berhenti.
Sesekali laki-laki itu mencuri pandang pada gadis nya yang terlelap dengan tenang. Satu senyuman merekah pada bibir Eja. Nadin adalah pelengkap kisahnya pelengkap segala kekosongan, bahkan pelengkap segala kegundahan yang sudah lama menyerang, anggap saja Eja terlalu puitis tapi mendeskripsikan Nadin dengan sebuah diksi tidak akan cukup.
Bergelut dengan kebisingan diri, sampai akhirnya mobil Eja berhenti tepat dihalaman Nadin, tapi gadis itu sama sekali tidak terusik dia masih tetap sibuk memejamkan mata, entah sampai mana mimpinya sudah berlarut.
"Nadin, bangun ayo. Udah sampai." Eja mengelus lembut rambut Nadin, berusaha supaya gadis itu tidak terkejut. Tidak kunjung ada respon dari Nadin untuk bangun, malah Eja rasa anak itu tengah sibuk bermimpi sesuatu.
"Jangan pergi.. disini aja, kalo enggak ada lu gue gimana?" Racau Nadin, sementara Eja terpaku dalam diamnya, bisikan ketakutan kembali hadir bagaimana kalau nanti perjanjian semesta dengan Tuhan atas hidup Eja sudah selesai? Demi apapun Eja tidak tega kalau suatu saat gadisnya harus menanggung kesedihan yang berat.
"Nadin.. gue enggak kemana-mana hei gue disini."
"Jangan pergi! Gaboleh pergi tempat lu disini bukan disitu ayo balik.."
Gadis itu malah makin terisak dalam tidurnya, tanpa pikir panjang Eja langsung meraih tubuh Nadin, mendekap nya dalam ketenangan berusaha membawa ke alam sadarnya dengan tepukan tenang pada belakang Nadin.
"Cantik, bangun. Nadin gue disini disamping lu gue enggak kemana-mana."
Mata Nadin membulat seketika, napasnya benar-benar memburu semua yang ada di mimpinya sungguh nyata apa yang menjadi ketakutan Nadin makin tinggi. Tapi Nadin sendiri mendapati dirinya dalam pelukan orang yang baru saja dia mimpikan, orang yang baru saja dia sebut dengan nelangsa dibawah alam sadar.
"Eja? Gue kenapa?"
Eja tertawa pelan, kemudian beralih menatap Nadin dengan pandangan teduh.
"lu mimpi, jangan nangis lagi gue disini enggak kemana-mana."
Sungguh, Eja lupa kalau pacarnya ini bisa mengeluarkan mode manja contoh nya saja seperti sekarang bukannya tenang. Anak itu makin menangis memeluk tubuh hangat sang pacar seolah-olah baru disakiti dengan bisikan alam bawah sadarnya."JAHAT BANGET TAU ENGGAK! DATENG-DATENG KE MIMPI GUE MAIN PAMIT PERGI AJA." omel Nadin dengan suara bergetar.
"Kan cuman mimpi, bunga tidur jangan terlalu di pikirin Nadin, kebiasaan banget. Pacar siapa sih ini kok gue sayang banget jadinya." Nadin sesenggukan, dia melepaskan pelukan itu mencoba mengatur napasnya sambil menatap Eja dengan wajah kesal, jelas Nadin kesal dengan seenaknya laki-laki itu memasuki mimpinya begitu saja padahal asik-asik mimpi nikah sama Jaehyun tinggal ijab kobul malah berujung nangis dengan hidung merah seperti ini dan lagi-lagi berakhir dipelukan Eja.
"Lu sehari enggak gemesin bisa Din?"
"APAAN SIH ORANG LAGI SERIUS JUGA!"
Eja benar-benar tergelak saat itu melihat wajah masam Nadin, setelah mode manja terbitlah mode galak Nadin dengan kekesalannya buru-buru menuruni mobil itu tanpa melirik Eja sedikitpun, tapi Eja tidak tinggal diam begitu saja Laki-laki itu kemudian ikut menuruni mobilnya menangkap tangan Nadin sebelum badannya pergi menjauh memasuki halaman rumah
"Heh, masa ngambek sih?"
"Habisnya lu ngeselin tau enggak sih! Enggak lucu."
"Bercanda sayangnya Eja, cantiknya Eja, semestanya Eja. Enggak mau peluk dulu nih? Pacarnya mau pulang loh." Sebenarnya dalam hati Nadin, dia sudah benar-benar tersipu malu cuman mode sok cool saja. Malu dong dilihat Eja kalo dia salting. Nadin ogah-ogahan memeluk Eja, tapi laki-laki itu tetap memberi pelukan sebagai salam perpisahan sebelum dia pulang kerumah dan mengistirahatkan pikiran sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagat Nabastala
FanficTerkadang kehidupan selalu menjelma menjadi asap kecil yang berterbangan, entah terbang ke arah gelap atau terbang ke arah terang, dan semesta turut serta bermain sebagai pengatur alur kehidupan. Ini bukan kisah tentang malam merindu siang, atau faj...