Nadin dan Janu sampai di rumah Eja, Janu langsung parkir mobil dihalaman rumahnya kemudian menyusul Nadin yang masih berdiri mematung di depan pintu rumah Eja seperti pertama kali Nadin kesini.
"Mulai lagi nih anak." Janu yang sudah ada disamping Nadin menepuk bahu Nadin hingga membuat Nadin benar-benar kaget. "IH JANU BISA SANTAI ENGGAK SIH NEPUK NYA?"
Janu menutup kupingnya, karena teriakan Nadin kuping Janu rasanya pengang seketika, untung Janu memiliki hati yang sangat-ssngat sabar coba kalau Dika di posisinya entah apa yang akan anak itu lakukan pada Nadin yang doyanya ngegas. Jujur sekelas dengan Adis dan Nadin membuat Janu jadi terbiasa.
"Din santai Din." Nadin mendengus kesal, ingin menampol Janu tapi kasihan. Karena suara berisik tadi pengasuh Eja yang biasa Eja panggil mama langsung kedepan untuk mengecek siapa yang bertamu menjelang senja seperti ini.
"Mas Janu? Mbak? Mbak yang waktu itu kesini kan?" Nadin mengangguk sambil tersenyum pada wanita didepannya ini seolah paham wanita itu langsung menyuruh Nadin maupun Janu untuk masuk ke dalam dan duduk diruang tamu.
"Mas Eja nya lagi di kamar Mbak, Mas, panasnya belum turun tadi sempet sesek napas juga."
Nadin menatap pintu kamar Eja ragu-ragu entah apa yang akan Nadin omelkan pada Eja tapi itu anak benar-benar harus dikasih pencerahan. "Tante, boleh saya liat Eja?"
Wanita itu mengangguk. "Boleh banget Mbak, kebetulan jam kerja saya sudah abis saya jadi bisa tenang ninggalin Mas Eja karena ada kalian."
"Tante pulang aja, biar Janu sama Nadin yang jaga Eja nanti juga ada temenya eja yang lain." Wanita itu mengangguk kemudian berlalu ke belakang bersiap-siap pulang. "Din lu ke kamar Eja aja, gue disini mau nunggu yang lain."
Nadin berlalu ke kamar Eja membuka pintu kamar laki-laki itu pelan agar Eja tidak terganggu sama sekali, anak ini sungguh Sinchan addict begitu kalian masuk kamar Eja, kalian akan merasakan sensasi Sinchan dimana-mana. Nadin mendapati Eja yang kelihatannya tidak nyaman di dalam bungkusan selimut, di nakas samping tempat tidurnya terdapat bubur, obat, dan kompresan yang sama sekali belum disentuh Eja.
Nadin menggeleng heran, anak ini begitu keras kepala entah Nadin bisa membujuk Eja atau tidak tapi Nadin akan berusaha semoga saja berhasil.
Beruntungnya, disamping tempat tidurnya Eja ada kursi jadi Nadin tidak kebingungan mau duduk dimana. Nadin duduk dengan pelan supaya tidak menimbulkan suara, dia memperhatikan dengan Lamat wajah pucat Eja dibalik selimutnya yang tebal dengan perlahan Nadin memegang dahi Eja sambil menyapu rambut Eja yang acak-acakan panas dibadan Eja lumayan tinggi. "Eja, bangun dulu yuk." Nadin tadinya ingin mengomel melihat keadaan Eja dia membatalkan rencana untuk mengomelnya dulu.
Eja mengerjapkan matanya pelan, dia terpaku beberapa saat dia pikir ini mimpi ternyata benar Nadin adanya.
"NADIN?"
"Iya gue, kenapa? Sok-sokan minjemin gue Hoodie sakit kan jadinya." Eja langsung bangun dari tidurnya karena sekarang dia mendapati Nadin disamping.
"Gue enggak apa-apa, masuk angin doang." Ucap Eja santai, padahal bisa Nadin perhatikan anak ini menggigil kedinginan dengan wajah pucat yang menyedihkan. "Sekali lagi lu bilang lu baik-baik aja gue tampol, serius deh."
Eja tertawa melihat wajah sebal Nadin, bagi Eja kehadiran Nadin disini sudah cukup menjadi obat nya tanpa harus meminum obat penurun panas, memakai kompresan, atau makan semangkuk bubur yang sudah mulai mendingin karena dari tadi dia anggurkan begitu saja.
"Kenapa enggak di minum obatnya? Terus ini kompresan kenapa enggak di pakai? Bubur juga enggak dimakan, mau sembuh enggak sih?" Eja mengeluarkan jurus andalannya, yaitu cengiran tampang tidak bersalah. "Obat pahit buburnya juga pasti enggak enak gue bukan anak kecil lagi ngapain di kompres."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagat Nabastala
Fiksi PenggemarTerkadang kehidupan selalu menjelma menjadi asap kecil yang berterbangan, entah terbang ke arah gelap atau terbang ke arah terang, dan semesta turut serta bermain sebagai pengatur alur kehidupan. Ini bukan kisah tentang malam merindu siang, atau faj...