- Menyambut rindu

291 98 278
                                    

Nadin tersadar dari lamunannya beberapa saat, tapi tangannya masih ditarik oleh Eja menuju arah parkiran sekolah.

"lepasin enggak, sakit tau!" Eja diam, tidak menghiraukan protes dari mulut Nadin, dia tetap melanjutkan langkahnya menyeret Nadin sampai ke depan motor Vespa kesayangannya."Apaan sih, gue bisa pulang sendiri kali lu tau enggak ini termasuk penculikan." tatap Nadin tajam pada Eja, tapi yang di tatap malah tertawa geli.

"Kebanyakan nonton film ya lu?"

"maksud lu?"

"ada untungnya gue nyulik lu? yang ada gue kesusahan, denger ya Nadin kalau bukan karena disuruh Janu juga gue engga bakal mau asal lu tau."

Nadin tidak habis pikir, harusnya kalo Eja tidak mau ngapain dia menuruti perkataan Janu coba.

"Yaudah, gue bisa pulang sendiri kali."

Eja menyerah, gadis ini terlalu batu buat diri nya sendiri yang juga sama-sama batu. "yaudah, sono pulang sendiri."

Hari ini benar-benar hari sialnya Nadin, ponselnya mati tidak bisa dipakai untuk menghubungi Bunda nya mau tidak mau dia harus jalan sampai ke depan mencari taksi, gengsi lah kalau harus berbalik minta antar sama Eja.

Nadin pikir Eja melepasnya begitu saja? Nadin salah besar, cowok itu mengawasi nya dari jauh memastikan Nadin baik-baik saja, ingat ya dia memang kemusuhan dengan Nadin ini semua dia lakukan atas dasar kemanusiaan, ingat dasar kemanusiaan.

"anjir lah, kayaknya kalau dideket Eja gue bener-bener sial deh." gumam Nadin kesal, sudah kesal gara-gara Eja mana dia belum dapat taksi lagi kesalnya jadi double.

sudah jam 17:00 tapi taksi tidak muncul juga."ini supir taksi pada kemana deh?? apa pada hilang? masa iya gue jalan kaki kerumah sih, Yang bener aja."

Nadin mencak-mencak sendiri tanpa sadar disampingnya Eja sudah ada dengan motor Vespa kesayangannya.

"yakin lu mau pulang sendiri ? kayaknya supir taksi sih enggak ada lagi, kalau kaki lu mau sakit sih yaudah gue jalan duluan."

Nadin diam, mempertimbangkan apa yang Eja bilang ya memang benar sih, ketimbang kaki nya sakit.

melihat tidak ada respon dari cewek disampingnya ini Eja berniat mau meninggalkan Nadin duluan."HEH MAU KEMANA LU?" Nadin menahan tangan Eja membuat cowok ini tidak jadi menghidupkan mesin motornya.

"Pulang lah, yakali gue ngikutin lu sampai kerumah."

"yaudah gue ikut."

Sumpah demi apapun, Nadin ini cewek modelan apasih tidak masuk didalam otaknya Eja,a da cewek modelan gengsi tinggi semacam Nadin ? Tinggi gengsinya melebihi monas.

"Tapi, gue tetep kemusuhan sama lu." Sambung Nadin dengan emosi menggebu.

"bawel bener, siapa juga yang mau damai sama lu dah, gue ngelakuin ini semata-mata karena rasa kemanusiaan biar begajulan begini gue masih punya rasa kemanusiaan." Eja melepas jaketnya yang sempat dia sodorkan pada Nadin tadi di UKS. "buat apaan ?" Nadin masih mendiamkan jaket ditangan Eja.

"Buat nutupin rok lu, enggak usah banyak tanya bisa engga sih Nadin? lu mau sampai rumah jam berapa?"

Nadin menyambut jaket itu dengan agak kasar, tapi ya Eja tidak ambil pusing yang ada di otaknya sekarang cepat-cepat mengantar cewek ini pulang itu saja.

Keduanya sama-sama diam sepanjang perjalanan males banget kalau Nadin disuruh bicara dengan Eja, dan begitu juga Eja bukanya males sih lebih tepatnya tidak ada topik.

percakapan terbuka, hanya saat Eja menanyakan alamat dan ternyata komplek mereka sebelahan, ini mah 10 menit juga sampai.

"Ini rumah lu?" Eja dan Nadin sampai didepan rumah bernuansa putih, vibes rumah itu tampak tenang dan damai Dimata Eja tidak seperti rumahnya, sepi dan ya sungguh sangat amat miris bagi seorang Dareza.

Jagat Nabastala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang