Adis menyipitkan matanya, menatap gerombolan orang didepan sana dengan mobil polisi yang berjajar sepertinya ada kecelakaan atau hal kriminal lainnya. Apotik itu sebelum minimarket jadi otomatis saat pulang mereka melewati apotik. "Nadin, liat deh itu didepan apotik kok rame banget." Nadin ikut memfokuskan arah matannya pada kerumunan didepan.
"Kasian ya dia mana masih muda, katanya sih korban penyerangan orang enggak dikenal."
kuping Nadin menangkap pembicaraan warga yang lewat disampingnya. Mata Nadin membuka sempurna, seketika aliran darahnya memompa naik. Eja bilang dia akan ke apotik untuk membeli obat Bunda nya. Dada Nadin berdebar seketika Adis yang menangkap perubahan wajah Nadin, keheranan.
"Nadin lu kenapa?" Tanpa pikir panjang, Nadin melepas kresek minimarket, berlari ke arah kerumunan meninggalkan sosok Adis yang benar-benar tidak mengerti.
Mata Nadin menangkap objek yang dia kenali, itu Vespa Eja. Sepeda motor yang sering memboncengnya sepeda motor yang sering membawanya kemana-mana, tergeletak disana dikelilingi garis polisi dan diamankan begitu saja.
Perasaan kalut langsung menyerangnya dari segala sisi, dia berusaha menerobos gerombolan orang-orang itu.
"Neng, pelan-pelan neng astaghfirullah si Eneng" Tegur ibu-ibu yang ikut terdorong karena Nadin.
Nadin menatap nanar korban yang tergeletak di tanah dengan darah disekitar bibirnya, batinnya mengatakan ini semua tidak benar tapi kenyataan ada didepan mata. Seketika semua kenangannya dengan Eja berputar dikepala separuh jiwa Nadin entah sudah hilang kemana beberapa detik lalu, tubuh Nadin limbung bersimpuh dihadapan tubuh orang itu.
"DAREZAAA!" Nadin menangis histeris dia memangku kepala sang pacar berusaha menyadarkan Eja tapi nihil tidak ada pergerakan dari pacarnya.
"KENAPA KALIAN SEMUA CUMAN NGELIATIN? AYO PANGGIL AMBULANCE!" Nadin memandang satu persatu orang-orang yang mengelilinginya dengan tatapan prihatin.
"JANGAN BIARIN DIA KEHABISAN DARAH BEGINI-mohon.."
"Kami dari pihak kepolisian sudah menghubungi ambulance mbak, harap tenang ya semua akan ditangani sesuai posedur kepolisian." Namun nihil Pernyataan polisi itu tidak membuat Nadin bisa bernapas lega sama sekali.
Tangisan Nadin benar-benar histeris menyayat hati siapa saja yang mendengar, rasanya Nadin benar-benar tidak bisa menjalankan alur pikiranya. Adis yang ikut shock langsung menelpon Ergas karena hanya nomor Ergas yang ada di kontak panggilan utama.
Nadin menggenggam tangan Eja erat walaupun dia tau tangan itu tidak akan membalas genggamannya, dia membisikkan sesuatu agar Eja tetap mampu bertahan.
"Eja, Nadin disini Nadin lagi genggam tangan Eja. Jangan tinggalin Nadin ya.... Ayo berjuang biar Minggu depan kita bisa nonton festival musik nya Kunto Aji Eja juga janji kan mau beliin Nadin Arum manis, jangan kaya gini Eja jangan diem aja dong jangan seakan-akan Eja pasrah, i love you unconditionally Dareza Jingga Nabastala, demi apapun..bangun ya." Lidah Nadin benar-benar kelu, hatinya sibuk merapalkan doa agar sang pencipta memberi kekuatan pada kekasihnya yang sudah tidak sadarkan diri dengan keadaan memprihatinkan.
-
Disepanjang perjalanan menuju rumah sakit Nadin tidak berhenti menangis, dia bahkan dengan setia mendampingi Eja di ambulance, gadis itu tidak melepaskan genggaman tangannya sama sekali. Sampai dirumah sakit pun Nadin tidak melepaskan genggaman tangannya, dia tidak perduli dengan darah di bajunya atau dicelananya akibat memangku Eja, yang dia pikirkan hanya keselamatan Eja dan peranan takdir.
"Mbak, tunggu disini biar dokter yang menangani."
"Enggak bisa suster, itu pacar saya. Saya mau masuk kedalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagat Nabastala
FanfictionTerkadang kehidupan selalu menjelma menjadi asap kecil yang berterbangan, entah terbang ke arah gelap atau terbang ke arah terang, dan semesta turut serta bermain sebagai pengatur alur kehidupan. Ini bukan kisah tentang malam merindu siang, atau faj...