9🌱

132 79 39
                                    

_Menyatukan salib dan tasbih?_

"Sampai saat ini aku belum tau solusi apa yang tepat untuk hubungan cinta beda agama"
-Hamka🌱

Pagi hari Cia sudah dibangunkan oleh Hamka dengan cara menggedor-gedor jendela kamar Cia seperti orang yang menagih hutang. Sontak Cia bangun menatap Hamka dengan tajam.

Kalian tau Hamka membawa Cia kemana? Yaps, lari pagi.

Seperti sekarang mereka sudah berada ditaman kota, bergabung  bersama dengan yang lain.

Cia mendengus sebal kala Hamka berlari mendahului Cia, kenapa jadi Cia yang ditinggal? Bukanya Hamka yang mengajak? Tau gini mah mending lanjut tidur aja.

"Hamka!"

Hamka berhenti melangkah, berbalik badan menatap Cia yang sudah sangat kelelahan, "Cepet!"

Setelah sudah disamping Hamka, Cia mengatur napasnya yang terengah-engah, "Hah ...hah ..."

Sedangkan Hamka memutar bola matanya.

"Jalannya cepet banget, capek tau" protes Cia.

"Yaudah, istirahat disini dulu. Gue beli minuman sebentar, jangan kemana-mana" peringat Hamka yang diangguki Cia.

Cia mendaratkan bokongnya direrumputan hijau, menunggu Hamka yang sedang membeli minuman entah dimana.

Usai menunggu beberapa menit, Hamka kembali membawa dua botol air mineral ditanganya.

"Nih"

Cia menerimanya dengan senang hati, lalu meneguk setengah botol air mineral.

"Duhhh ..." batin Cia.

"Ka, lo tunggu disini dulu, ya?"

"Mau kemana?"

"Kemana aja, bentar doang kok"

"Gue mau ikut"

"Gak boleh"

"Intinya gue mau ikut, Ci. Gue mau ngikutin lo kemana pun"

"Ngapain, sih?" tanya Cia geram.

"Ayah gue bilang, mimpi itu harus dikejar. Jadi, gak salah dong gue ngikutin lo" jawab Hamka spontan.

"Iya, tau. Tapi, gue mau nyari toilet, gue kebelet pipis, Ka. Yakin mau ikut? Gak mungkin'kan?"

Mendengar itu Hamka hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, membiarkan Cia pergi mencari toilet disekitar.

.
.
.

Usai lari pagi Hamka membersihkan diri lalu menatap sekeliling rumah. Rumah yang sederhana tidak terlalu mewah, dengan dekorasi apa adanya, rumah yang hanya lantai dasar, meski begitu rumah itu menjadi tempat pulang Hamka.
Tempat pulang paling ternyaman bagi Hamka saat disambut hangat oleh sang ayah.

Hanya Hamka dan ayahnya yang tinggal disini. Sebenarnya Hamka itu anak pindahan, Hamka bukan asli kota Jakarta. Kota kelahiran Hamka itu di Makassar, sudah dipastikan Hamka anak Makassar.

Korban GhostingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang