"OBOR! BUKAN API UNGGUN!"
"Mah, gak bisa bikin obornya," bela Junhyuk yang sudah kena omel Yujin, padahal dia baru datang. "Udah syukur, ya, ini gue bawa alternatif lain."
"Kita mau pawai obor, bukan demo!" Pembelaan Junhyuk tentu saja tidak membuat emosi Yujin mereda, yang ada justru semakin naik. "Alternatif lain itu bawa bambu, atau bahan lainnya kaya minyak tanah. KENAPA LO BAWA BAN, HAH?!"
"Jitak aja, Mah! Reparasi otaknya!" hasut Mao yang sudah menjadi komentator. "Otaknya jadiin isian cireng aja, Mah."
"WOY! GUE BAWANYA SENTER!" Belum selesai permasalahan Junhyuk dan kebodohannya, manusia bodoh lainnya datang dengan tangan membawa senter Mamang Vila. "Gede, loh, Mah. Lebih cerah daripada masa depan Si Bangjun."
Malam sebelum hari kemerdekaan memang selalu diadakan sebuah kegiatan pawai obor. Seluruh instansi pemerintahan, dan para pelajar ikut bergabung dalam pawai tersebut. Drumband setiap sekolah tampil, yel-yel masing-masing rombongan juga saling bersautan.
"Siap, nih, yang belum dapet obor?" Omelan Yujin berhenti seketika saat Doyoung datang ke kumpulan anak-anak kelasnya dengan banyak obor yang ia bawa.
"Lo gak pake PDL Osis?" tanya Yujin heran. "Kaga jaga?"
"Yang jaga Jeongwoo, gue izin," jelas Doyoung. "Cukup tahun lalu aja lo darah tinggi gara-gara kewalahan ngatur mereka." Doyoung dengan santai memberitahu tujuannya izin dari kegiatan osis.
"Bagus, lah. Tahun lalu aja gak ada biang rusuh sejenis Haruto sama Dohyon, gue udah hampir kena stroke." Yujin dengan senang hati mengangguk, akhirnya beban untuk menjaga kuda liar lepas ini bisa dibagi dua.
"WOY, GUE BAWA OBOR BANYAK NEEEH!" Suara berat Haruto berhasil membuat beberapa anak kelas lain yang berada di dekat mereka juga ikut menoleh. "Sisa pawai Muharam kemaren."
"To, tumben lo ikutan pawai obor? Biasanya juga lebih milih lomba komplek." Sebuah pertanyaan yang menyindir keluar dari mulut Yujin. Sang Mamah kelas meras heran karena Haruto ikut pawai obor, biasanya manusia bersuara besar itu memilih untuk kumpul dengan warga kompleknya.
"Komplek gue kaga ngadain kegiatan," jawab Haruto. "Paling besok sore, ada acara balap nikah."
"Seriusan?" saut Jaehee dengan polosnya percaya. "Siapa yang nikah? Kak Jihyo? Eh, Bang Wonwon ada, ga?"
"Dia fans Graha Permai Resident, To," jelas Daeun saat melihat Haruto kebingungan.
"Ada yang ngefans sama komplek kesetanan itu?" tanya Minseo heran.
"Eh, tapi emang seru tau. Gue sering nonton YouTube mereka," bela Yuna. "Apalagi kalo liat Si Uto terdzolimi."
"Waktu Si Uto nangis, tuh. Bareng sama cowoknya Wony--"
"Yok, gibah, lanjut!" sindir Haruto. "Gue siram pake solar, nih!"
"Gue bales pake minyak tanah!" balas Mao yang sudah siap dengan botol berisi minyak tanah.
"Guys, obor punya aku, kok, kaya gini, ya?" tanya Mara yang datang membawa obor versi elektrik. "Apinya juga bohongan."
"Eh, eh, eh, coba gue liat," pinta Jinwoo yang dengan semangat meminta obor elektrik milik Mara. "Keren, niiih. Terang banget, gila!"
"Guys, mending siapin obor," pinta Doyoung yang kewalahan karena berusaha menyalakan obor sendiri. "Pegang, nih, obornya! Udah gue cariin, ngelunjak lagi!"
"Woy, Papah ngamuk! Cepetan pegang!" panggil Junhyuk dengan drama. "SINI! AMBIL OBORNYA SATU-SATU!"
Para pejantan seketika menjadi heboh, mereka menghampiri Doyoung dan mengambil obor yang tertupuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPAH [KIM DOYOUNG]✓
Teen FictionBUKAN! INI BUKAN TENTANG ANAK SMA NIKAH MUDA YANG PUNYA ANAK MANIS DAN LUCU!