🐰 Lembar Masa Depan

2K 489 74
                                    

"Capek gue sama pola pikir Junhyuk," keluh Yujin sembari memijat keningnya. "Bisa-bisanya dia nulis cita-cita jadi simpenan sosialita kaya."

"Lah, Haruto. Dia jawab jadi adik iparnya Jeongwoo."

Sore ini Yujin dan Doyoung saling mengeluarkan unek-unek, keduanya sedang memantau perkembangan lembar masa depan yang diberikan BK dari seminggu yang lalu.

Sebenarnya LMD ini masih ada waktu seminggu lagi untuk dikumpulkan. Namun keduanya terlalu mendalami peran sebagai Mama dan Papa. Selama seminggu ini mereka bahkan terus memantau perkembangan LMD anak-anak kelasnya.

LMD sendiri merupakan salah satu materi BK. Dari kelas 11 mereka sudah memiliki arah setelah lulus SMA. Tujuannya agar nanti saat kelas 12, mereka tidak terlalu hilang arah dan berakhir asal pilih jurusan kuliah.

"Oh, iya. Jaehee pengin ambil kedokteran, tapi nggak dikasih izin sama ortunya." Yujin melaporkan keluhan salah satu anak kelasnya. "Gue saranin buat ngomong ke lo, soalnya lo pasti ngambil FK juga, kan?"

Doyoung mengangguk, lelaki itu sedang menikmati kentang gorengnya. "Nanti malem gue chat, atau besok gue tanya ke Jaehee," ucap Doyoung yang mengambil alih masalah Jaehee. "Lo omongin Mao, deh, An. Dia nggak mau kuliah, malah pengen nikah muda."

"Anj?" Mata Yujin seketika membulat. "Gila apa itu manusia?"

"Mao semenjak SMA akademiknya rada turun, nggak kaya waktu SMP," kata Doyoung si mesin pemantau anak kelas. "Dia ada masalah sama Mamahnya. Sekarang tinggal sama Abangnya. Nah, keluarga abangnya itu siap nanggung semua biaya hidup Mao, tapi kayanya dia nggak enak deh."

Yujin mengerutkan keningnya, alis kiri dan kanannya bahkan hampir bertemu. "Lah, keluarga abangnya berarti keluarga Mao juga, dong."

"Mereka beda bapak, satu mamah," jelas Doyoung, sedangkan Yujin mengangguk paham dan memilih untuk tidak bertanya lebih rinci. Bukan urusannya mencampuri masalah keluarga anak kelas terlalu dalam.

"Nanti gue yang ngomong, agak susah emang si Mao. Dia, tuh, kaya lagi ngeberontak." Yujin setuju untuk mengambil alih masalah Mao. "Terus dia juga lebih sering cerita ke Haruto, sedangkan si Uto anaknya gak akan ngelapor ke kita."

Doyoung mengangguk. "Yang penting lo bawa Mao buat lanjut pendidikannya dulu. Abangnya pesen, kalo pun nggak mau kuliah, minimal Mao tau tujuan kedepannya mau apa, kelas masak atau yang lain."

"Nanti gue ajak ngobrol," putus Yujin, perempuan itu bahkan membuat pengingat di ponselnya. "Hal pertama itu tau masalahnya dulu."

Halaman depan rumah Doyoung adalah tempat favorit mereka, duduk lesehan di gazebo, sembari menikmati camilan yang dibuat asisten rumah tangga keluarga Doyoung.

"Lo udah mendingan?" tanya Doyoung, kali ini ia menanyakan kondisi Yujin. "Masih pusing?"

"Udah sehat, kok. Kemarin gue istirahat seharian, terus minum vitamin yang lo kasih juga. Jadi aman."

Sabtu kemarin Yujin memang terkana flu, tubuhnya meriang. Untung saja Doyoung jenis manusia gerak cepat yang langsung memberikan vitamin andalannya. Remaja itu bahkan rewel karena Yujin masih tetap ikut menjenguk Wonyoung di malam minggu.

"Istirahat yang bener, nyusul si Wonyoung ke IGD repot nanti."

"Wonyoung, mah, kecapean karena ikut semua jenis bimbel," kata Yujin. "Kalo gue spaneng misahin pergulatan Dohyon sama Jinwoo pas hari jumat."

Tawa Doyoung seketika pecah, memorinya membawa ia kembali ke hari jumat. "Mereka kenapa, sih? Kaget gue masuk kelas udah ada pertempuran."

"Rebutan cireng," jawab Yujin sebal. "Si Daeun beli gorengan, tapi cirengnya cuma satu. Terus dua atlet ngunyah itu sama-sama pengen."

PAPAH [KIM DOYOUNG]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang