Salsa terbangun dari tidurnya dengan mata bengkak, karena efek menangis tadi malam. Ia menyerngit bingung, ketika melihat Fatimah sudah tidak ada di sebelahnya. Biasanya Fatimah selalu membangunkan dirinya, tapi tidak dengan hari ini. Gadis itu meninggalkan dirinya sendirian di dalam kamar.
“Tumben dia nggak bangunin gue?” tanya Salsa pada dirinya sendiri, kemudian bangkit dari kasur dan merapikan tempat tidur. Saat sedang merapikan tempat tidur, Salsa mendengar suara bising dari ruang tamu. “Pagi-pagi gini ada tamu?” gumamnya.
Gadis itu memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, sebelum melihat siapa yang bertamu pagi-pagi gini. Setelah berbersih, ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.
“Yang datang siapa, Sya?” tanya Salsa, saat melihat Tasya ingin mengantarkan minuman ke depan.
“Keluargamu Sa,” jawab Tasya seadanya.
Salsa menyerngit bingung. “Keluarga gue? Pagi banget jemputnya,” gumamnya. “Sini biar gue bawain ke depan, lo urus yang lain aja,” ucap Salsa, namun mendapat tolakan dari gadis itu. “Udah deh Sya, kali ini biar gue aja yang antar ke depan,” tegas Salsa, membuat Tasya mau tidak mau menyerahkan nampan yang ada di tangannya.
Salsa melangkah menuju ruang tamu, namun langkahnya terhenti saat melihat para sahabatnya dan Sean duduk di ruang tamu. Kemudian, ia melanjutkan langkahnya.
“Silahkan di minum,” ucap Salsa, setelah meletakkan satu per satu minuman di hadapan para tamu. “Pa, kenapa pagi banget jemput Sa?” tanyanya langsung, setelah duduk di samping Fatimah. “Dan kalian, semalam sudah gue kabarin kalau malam ini ketemuannya. Kenapa kalian jadi nyusulin gue ke Bandung?” cecarnya langsung kepada para sahabatnya.
“Dek, kalau nanya tuh satu-satu. Jangan sekaligus gitu,” ucap Rayyan, saat mendengar rentetan pertanyaan dari Salsa.
Salsa terkekeh pelan. “Ya udah deh, mulai dari para sahabat aja. Jadi, kenapa kalian nyusulin gue ke Bandung?” Salsa mengulang pertanyaannya kepada para sahabatnya.
“Kita nyusulin lo ke Bandung, karena kita sudah nggak sabar untuk ketemu lo dan jelasin semuanya, Sa,” jawab Afnan dengan tenang. Padahal laki-laki itu sudah keringat dingin, takut gadis itu semakin marah pada mereka.
Dico menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Iya Sa, kelamaan kalau nunggu nanti malam,” sahutnya, membuat Salsa mendengus malas.
"Ikut gue!" ucap Salsa sambil melangkah ke taman belakang.
Mereka mengikuti Salsa menuju taman belakang rumah Althaf. Setibanya di sana, Salsa langsung mendudukan dirinya di rumput.
"Kenapa masih berdiri? Sini duduk!" seru Salsa, ketika melihat mereka masih berdiri.
Mendengar ucapan Salsa, mereka pun mendudukan diri mereka dengan posisi melingkar.
"Sekarang, jelasin ke gue! Dan jangan ada lagi yang ditutupin!" tegas Salsa.
Nada menghela napasnya. "Mereka tau hubungan gue dan Bang Sean itu tiga bulan yang lalu, Sa," mulainya.
"Saat itu, gue dan Elina lagi makan di resto tempat biasa kita makan. Awalnya kami biasa aja, sampai Elina nggak sengaja liat Nada dan Bang Sean masuk ke resto itu juga," sahut Afnan.
"Iya, gue yang nggak sengaja liat itu pun dibuat penasaran. Gue udah nahan diri untuk nggak nyamperin mereka, tapi gue nggak bisa nahan diri lagi pas ngeliat Bang Sean nyium tangan Nada. Gue nyamperin mereka dengan pikiran negatif Sa, karen gue tau kalau Nada dan Bang Sean nggak ada hubungan keluarga," timpal Elina.
"Waktu mereka nyamperin gue dan Bang Sean, gue syok banget, dan nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Gue cuman bisa diam ngeliat Elina marah, sampai Bang Sean ngomong kalau dia mau jelasin semuanya," ucap Nada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Husband✔
Aktuelle LiteraturAisyah Salsabila Azhari, gadis yang kerap disapa Salsa, merupakan mahasiswi Teknik Lingkungan semester 7 di salah satu Universitas Negeri di Jakarta. Salsa merasa permasalahan kisah cintanya rumit. Kenapa begitu? Karena belum selesai masalahnya deng...