14 - Tujuan Baru

36 14 21
                                    

Pertemuan Aksara dengan perempuan pemilik buku hitam yang sama kemarin membuat lelaki ini terus menerus memikirkan beberapa jurnal yang ia temukan untuk membantu tesis kakaknya. Kondisi yang ia temukan pada Rasya, begitu mirip dengan beberapa pengertian tentang alexithymia dan penjelasan kakaknya mengenai kondisi itu—kondisi seseorang yang tidak bisa membedakan sensasi tubuh dengan emosi yang dirasakan.

Untuk pertama kalinya, Aksara bertemu secara pribadi dengan seorang perempuan selain ibunya. Untuk pertama kalinya juga, perkataannya membuat perempuan itu menangis. Meski perempuan itu—dan dirinya juga—merasa tidak ada yang salah dari perkataannya, tetap saja ia merasa bersalah. Perasaan itulah yang mendorongnya untuk menghibur Rasya dengan mengirimkan puisi penyemangat.

Namun, calon pujangga ini malah semakin gusar. Perkataan ayahnya soal perempuan yang mudah berharap pada lelaki membuat Aksara bimbang dan mempertanyakan keputusannya mengirim pesan singkat beserta puisi itu pada Rasya. Apakah ia jadi terlihat seperti laki-laki yang suka mempermainkan perasaan perempuan dengan dalih menolong? Mungkinkah Rasya jadi salah paham dengan maksudnya dan malah mengecap dirinya sebagai lelaki tukang gombal?

"Hayo, ngelamunin apa bujang?"

Suara Nuri memecah lamunan Aksara yang sedari tadi masih mengunyah suapan yang sama. "Eh, enggak, Bu." Ia terdiam sejenak, sebelum melanjutkan, "Ibu dulu pernah dapet puisi dari cowok nggak? Dari almarhum Ayah gitu misalnya?"

"Lu habis ngirim puisi buat siapa, Sa?" Andra tentu saja langsung bisa menangkap maksud dari pertanyaan adiknya. Terlebih, beberapa hari lalu terungkap bahwa adiknya ini baru saja berkenalan dengan perempuan.

"Berisik! Lagi nanya Ibu juga, sih."

Nuri terkekeh melihat reaksi bungsunya itu. "Kalo puisi, kayaknya nggak pernah selain dari kamu, Nak. Kalo surat, pernah nggak, ya? Ibu lupa. Kenapa emangnya?" Kening wanita itu berkerut halus.

Andra terlihat ingin membuka mulut, tetapi ia tahan. Dirinya pun penasaran ke arah mana topik pembicaraan dari adiknya ini.

Sedangkan si pemilik topik, justru tergugu-gugu. Ia ingin menjelaskan alasan dari pertanyaannya, tetapi karena ini berhubungan dengan perempuan—yang sebelumnya tidak pernah terjadi dalam hidupnya—membuat lidahnya menjadi kelu karena malu. Kelopak matanya berkedip-kedip beberapa kali dan pada akhirnya, ia hanya bisa menghela napas panjang.

"Coba kamu tulisin aja, Nak, kalo malu. Takut diledek mas-mu, ya?" Nuri sangat mengenal sifat bungsunya ini. Sejak kecil, Aksara memang begitu pemalu untuk mengungkapkan perasaannya secara langsung karena dulu sering diledek oleh teman-teman di TK-nya hanya karena pernah menangis sekali. Suaminyalah yang menemukan cara agar bungsunya ini tetap leluasa mengungkapkan perasaan dan cara itu adalah dengan menulis.

Aksara mengangguk mendengar perkataan ibunya. Ia memukul pundak Andra yang menahan tawa di sampingnya sebelum pergi ke kamar untuk mengambil buku hitamnya. Sejenak ia menuliskan perasaannya agar ibunya dapat langsung membaca apa yang terjadi. Bukan Aksara namanya jika ia tidak menuliskan hal itu dalam bentuk puisi dengan beberapa analogi. Tidak butuh waktu lama baginya karena kegiatan itu sudah seperti jantung dalam kehidupannya. Namun, jantung itu sedang tak berdetak dengan normal dan mulai memelan karena telah kehilangan tujuan hidupnya. Tujuan untuk membuat ayahnya bangga karena ia berhasil menjadi pujangga kebanggaan keluarga.

Kepergian sang ayah masih meninggalkan jejak kekosongan yang luar biasa dalam hati Aksara. Meski dirinya tetap menulis, ia tidak lagi menemukan alasan kuat untuk tetap menulis selain menjadi salah satu syarat ibunya setelah mengizinkan dirinya bekerja paruh waktu.

"Ini, Bu," ujar Aksara sambil menyodorkan buku hitam itu saat ia kembali ke meja makan. Sedikit cemas dan menahan malu saat melihat ibunya membaca tiap bait yang ia tuliskan. Andra pun tak mau ketinggalan dan segera berjalan mendekati ibunya untuk membaca tulisan dari adik satu-satunya itu.

AKSARASYA ✔ [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang