Aku memang bertindak bodoh, dan aku mengakui itu.
Aku berlari dengan seluruh tenagaku, dengan tujuan satu-satunya adalah serigala hitam yang masih mencemoohku, tapi aku lengah dan terkejut mengetahui serigala itu lebih cepat menubruk tubuhku lebih dulu. Suara umpatanku terdengar bersamaan dengan tubuhku yang menghantam pohon besar di belakangku. Bisa kurasakan tubuhku yang menjerit merasakan hantaman tidak terduga itu.
Belum sempat aku bangun untuk melakukan serangan balik, aku merasakan gigi taring serigala itu menancap pada pundak kananku, menyeret tubuhku bersamanya. "Sialan!" aku meringis, dan menyesali membuka mulut sesudah merasakan kotoran yang kurasakan di mulutku.
Hantaman lagi-lagi kurasakan, bersamaan dengan cairan yang menetes di tubuhku, dan aku tahu itu adalah darahku sendiri. Gigi taring itu melepaskan gigitannya dari pundakku dengan kasar, membuatku meringis merasakan sakitnya, seperti dagingku ikut terkoyak bersamanya.
Perlahan tapi membutuhkan tenaga ekstra, aku berusaha untuk bangun tapi hanya bisa sampai posisi berlutut. Kedua tanganku meremat rerumputan yang tumbuh liar di hutan, tidak kusadari kalau aku menangis sampai merasakan tetesan air mata yang jatuh di punggung tanganku yang dipenuhi luka goresan.
"Kenapa?" bisikku pelan, tapi aku tahu serigala sialan itu bisa mendengarku dengan jelas. "Katakan padaku kenapa?" kali ini lebih kencang, menatap serigala bermata merah itu dengan semua kebencian yang aku miliki. "Kenapa?!"
Dengan tenaga yang tersisa, aku mencoba untuk menghantamnya sekali lagi dan aku berhasil menubruknya. Meninjunya dengan semua tenaga yang kupunya. Rasa puas kudapatkan saat aku mendengar suara bunyi retakan tulang di moncongnya yang kutinju habis-habisan, tapi rasa puas itu tidak bertahan lama setelah serigala itu berhasil menggulingkan tubuhku. Membalas seranganku tanpa ampun.
Mencabik, bahkan mengoyak hampir seluruh tubuhku. Aku merasakan rasa pusing yang hebat, mungkin karena kehilangan banyak darah. Serigala itu lagi-lagi menghantamkan tubuhku ke pohon, yang mana menambah rasa sakit di kepalaku, membuatnya seperti ingin meledak.
Mataku membulat, begitu menyadari kemana serigala itu akan menargetkan serangannya. Namun, Dewi Bulan masih memberiku kesempatan hidup dan memiliki kepalaku secara utuh. Serigala itu berhenti melakukan serangannya pada leherku, dan malah menargetkan pundakku yang sebelumnya sudah tertancap gigi taringnya itu.
"Demi!" suara Caden terdengar bersamaan dengan banyaknya langkah kaki yang mengikuti. Caden terdiam sebentar melihat sosok serigala yang masih betah menancapkan giginya di pundakku. Caden tahu serigala sialan ini adalah yang membunuh keluarga kami.
Aku terdiam menunduk, merasakan darah yang semakin membasahi tubuhku, merasakan banyaknya pasang mata yang menatapku tapi tidak tahu harus berbuat apa. Sampai aku merasakan tubuhku yang kembali terhempas, bersamaan dengan gigitannya yang ikut terlepas.
Aku menggigit bibirku, menahan rasa sakit yang semakin tidak bisa kutahan untuk tidak kurasakan. Aku berusaha berdiri tapi seperti seluruh tenagaku terkuras habis. Aku mendongak, mendapati mata biru gelap itu menatapku dengan prihatin. Bukan dalam sosok Alaricus, melainkan sosok serigala biru gelap yang terlihat seperti warna hitam jika tidak jeli.
Sosok serigala itu perlahan menghampiriku yang masih dalam posisi berlutut. Secara perlahan, merasa takut aku akan meledak-ledak padanya, tapi aku membiarkannya melakukan itu. Aku merasakan Athena yang hanya melihatnya melalui pandanganku. Serigala betina itu bahkan tidak ingin membantuku.
"Aku tidak ingin membantu orang bodoh," gumamnya masih menatap sosok Alaricus yang kini sudah sangat dekat denganku.
Aku membeku, merasakan lidahnya yang menjilat pundakku dengan luka yang masih menganga lebar. Bukan hanya aku, tapi Athena juga ikut terdiam dan aku baru pertama kalinya melihat Athena seperti itu. Namun, itu tidak bertahan lama.

KAMU SEDANG MEMBACA
King's Luna
WerewolfTidak perlu diberitahu untuk aku tahu siapa sosok sempurna itu. Pasanganku. Belum sempat aku berdiri untuk menghampirinya, aku terpaku begitu saja. Tubuhku membeku seperti waktu disihir untuk berhenti. Pasanganku memberikan tangannya yang langsung d...