Dua Belas

1.5K 152 17
                                    

Aku menguncir rambutku menjadi kuncir kuda dengan ikat rambut yang selalu kupakai di pergelangan tanganku. Mataku masih menatap Jonathan sambil melakukan itu, memandang tubuh kaku yang masih belum bergerak sama sekali.

Aku yakin Jonathan ragu dengan keputusannya. Jonathan adalah seorang alpha, mundur dari tantangannya sendiri adalah hal paling memalukan untuk kami. Jika Jonathan mundur dan mengakui kekalahannya, ia akan dipandang rendah oleh kawanannya sendiri, dan itu akan telihat sangat buruk baginya.

Sambil menunggu dirinya merespon, aku membuka bajuku dan hanya menyisakan tank top hitam yang membalut tubuhku. Lebih mudah bertarung dengan pakaian yang terbuka, daripada menggunakan kemeja flannel kotak-kotak yang kukenakan tadi.

Aku mengernyit setelah aku tahu kalau aku tidak mendapat respon sama sekali darinya, juga tidak dari anggota kawanannya yang tadinya bersorak ramai karena yakin kalau aku akan dihajar oleh Jonathan.

Aku menengok dan mendapati Felicity menatapku dengan takut, mungkin takut aku akan menghabisi abangnya dengan sungguh-sungguh. Mereka bilang aku adalah monster, tapi aku tidak sejahat itu untuk mempermalukan seseorang di depan keluarganya atau anggota kawanannya sendiri.

Aku menghela napasku sebelum membungkuk dan mengambil kemejaku. Aku memakai kemejaku tapi tidak mengancinginya. Kutatap Jonathan dengan ekspresi datarku, memberitahu dirinya kalau aku benar-benar tidak senang dengan apa yang dilakukannya padaku sebelumnya.

"Tunjukkan ruang kerjamu, Alpha Jonathan. Ada yang perlu dibicarakan," kataku dengan tegas. Aku benar-benar tidak menyukai Jonathan Curtis saat ini.

Aku memutar badanku untuk berjalan lebih dulu keluar dari tempat sialan ini. Siapa pula yang menjadikan pertarungan sebagai acara bersenang-senang. Aku tidak habis pikir. Lupus Deus mungkin terkenal dengan pack yang paling dijauhi, tapi kami tidak melakukan acara seperti ini untuk bersenang-senang.

"Buka pintunya," aku berkata dengan geraman pada penjaga pintu yang masih gemetaran di hadapanku. Sepertinya dia tidak mendengarku karena rasa takutnya. Aku mencemooh begitu baru kusadari kalau pintunya terbuat dari perak, membuatku berasumsi kalau pintu ini tidak bisa dibuka dari dalam. Pintu ini dibuat dengan tujuan agar para peserta tidak bisa keluar kecuali mereka menyerah atau KO.

Aku menyentuh gagang pintu tanpa ragu, dan sepertinya tindakan itu membuat sang penjaga pintu tersentak dari dunianya. Dengan satu tarikan, aku menarik gagang pintunya, melepasnya dari engsel yang membuatnya kokoh berdiri. Pintu perak itu terlempar dan mendarat dengan suara berdegum cukup kencang setelah menghantam pagar pembatas arena. Suaranya yang kencang membuat kebanyakan dari mereka kaget dan memundurkan langkah.

Aku melewati penjaga pintu yang menatapku dengan mulut terbuka lebar. Aku mengabaikannya dan langsung menghampiri dimana Caden dan Felicity berdiri. "Bawa aku dimana Zena berada," nadaku bukan kedengaran seperti meminta, tapi memerintah. Felicity tahu aku sedang tidak dalam suasana hati yang bagus, jadi dia menurutinya tanpa sepatah kata.

***King'sLuna***

Mengikuti Felicity sambil membawa Zena dalam gendonganku, kami pergi menuju dimana ruang kerja Jonathan Curtis berada. Felicity memberitahuku kalau abangnya, kedua orangtua, Caden, dan Eros sudah menunggukuku di ruang kerja Jonathan.

Selama aku berjalan menuju ruang kerja Jonathan Curtis, aku tidak mendapatkan tatapan dari seorangpun anggota Crescent Pack. Setiap mereka melihatku, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk membuang muka, atau menatap lantai yang dipijaknya. Itu bagus. Aku bisa merasakan perasaan malu yang ditunjukkan oleh mereka. Kurasa apa yang terjadi di arena sudah melebar luas, dan sepertinya semua anggota Crescent Pack tahu tanpa terkecuali.

King's LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang