Lima Belas

1K 130 21
                                    

Seperti laser yang langsung menyorot mataku, sinar matahari membuatku terpaksa terbangun. Tanah lembab dan gemericik daun yang menggesek hampir seluruh tubuhku membuat keningku mengernyit dan langsung menyadarkanku dimana saat ini aku berada.

Aku melindungi bagian mataku dari sinar matahari yang dengan ganasnya menyerbuku. Baru menyadari betapa kotornya tubuhku saat ini, terlihat dari tanganku yang penuh dengan lumpur yang kini sudah mengering.

Perlahan aku terbangun, mengabaikan ranting-ranting kecil yang menusuk kulitku. Untuk sesaat aku hanya duduk terdiam dan berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Terakhir kali yang kuingat adalah Eros yang tiba-tiba masuk ke dalam sel. Setelahnya pikiranku kosong.

Apa Athena melakukan sesuatu ketika kesadaranku menghilang?

"Aku hanya berlari dan berburu sampai tubuhmu benar-benar lelah," suara Athena menjawab pertanyaanku sendiri.

Aku mengangguk dengan mata yang tertuju pada bangkai rusa. Tidak hanya ada satu, tapi ada empat ekor lainnya. Keadaan bangkai-bangkai rusa itu megenaskan, dengan tubuh yang terkoyak dan tercabik oleh cakar Athena. Mataku menatap nanar darah yang sudah mengering hampir di setiap sisi tubuhku, aku bahkan bisa merasakan rambutku yang mengering dan kaku.

"Mandi dan istirahatkan tubuhmu dengan benar. Aku tahu kau butuh itu," senyum kecil dengan tulusnya terukir di wajahku mendengar suara penuh perhatian Athena padaku.

Aku tahu aku selalu bisa mengandalkan Athena untuk tetap berada di sisiku apapun yang terjadi. Athena memang binatang buas, tapi satu hal yang paling kuketahui adalah serigala betina itu benar-benar peduli padaku, walau terkadang harga dirinya yang tinggi membuatnya pura-pura tidak peduli padaku.

Suara retakan ranting yang terinjak kaki telanjangku terdengar seiring aku berjalan. Aku membiarkan sinar matahari kali ini untuk masuk ke dalam pori-pori kulitku. Desiran angin yang menyerangku dari lawan arah tidak membuat tubuh telanjangku keberatan karenanya. Pikiranku yang kalang kabut membuatku berhenti berjalan.

"Lagu apa yang barusan kau nyanyikan untukku, Mommy?" aku mendengar diriku yang masih kecil bertanya pada ibuku. Aku menutup mataku dan menengadah ke atas, membiarkan sinar teriknya menerpa wajahku. Pikiranku membawaku ke dalam kilas balik memoriku.

"Lagu itu berbahasa Swedia dan kau akan mengerti jika sudah besar, Serigala Kecilku." Aku bisa merasakan dengan jelas saat tangan ibuku mengelus rambutku dengan penuh kasih sayang. Dewi Bulan, ini terasa sangat nyata, seperti aku bisa merasakan sentuhannya saat ini di kepalaku.

Ibuku mendekatkan tubuhnya pada si kecil Demetria. Gadis kecil yang malang yang tidak tahu betapa kejamnya takdir yang sudah tertulis untuknya kelak. Aku bisa merasakannya seperti ibuku benar-benar melakukannya saat ini. Bagimana pelukan hangatnya yang mampu membuatku merasa nyaman melebihi apapun.

Demetria kecil menarik napasnya beberapa kali. "Aku sudah besar dan kau bisa mengatakannya sekarang padaku, Mommy," pintaku, tidak, tapi titahku. Aku terkekeh geli mendengar diriku yang ternyata sudah suka memerintah sejak kecil.

Kekehan ibuku terasa sangat jelas di wajahku dengan kepalaku yang ditenggelamkan di dadanya. Ingin rasanya aku menangis mendengar itu. Betapa aku merindukan tawanya, sampai-sampai terasa sangat sakit saat mengingatnya.

"Kau tidak bisa tumbuh secepat itu," gumamnya. Napas hangatnya dapat kurasakan di kepalaku. "Aku tidak ingin kehilanganmu, Serigala Kecilku."

Aku bisa merasakan tubuh kecilku yang semakin mendekat dalam pelukan ibuku. "Aku juga tidak ingin kehilanganmu. Aku sangat mencintaimu, Mommy."

"Aww, apa kau tidak mencintaiku juga?" suara ayahku yang tiba-tiba terdengar di dalam kamar membuatku dengan cepat terbangun dari posisi tidurku.

King's LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang