Satu

3.8K 223 4
                                    

Tidak ada lagi perasaan yang bisa membuat bahagia selain melihat orang yang kupedulikan bahagia. Anak-anak kecil yang saling kejar di halaman belakang, para ibu mengobrol dan bersantai dengan secangkir teh sambil mengawasi anak mereka. Suami mereka yang berjaga dan mengawasi dari jauh dengan senyuman, melihat orang yang mereka kasihi senang. 

Para remaja yang bergosip atau bermain permainan olahraga, saling melempar bola football atau membentuk tim untuk bermain sepakbola. Cewek-cewek dengan rok pendek yang berlagak seperti tim pemandu sorak untuk menyoraki tim kesukaan mereka, membawa pom-pom khayalan di tangan mereka.

"Kau seharusnya juga ada di sana, kau tahu?" Suara serak tiba-tiba muncul entah dari mana, tapi tidak membuatku bergerak dari tempatku berdiri.

Kalau aku cewek lain, mungkin aku sudah berteriak dengan suara nyaring dan memegangi dadaku dengan kedua tangan karena kaget. Namun, aku sepertinya sudah tidak lagi mengenal rasa kaget atau aku sudah bisa mengatasinya. Jika mungkin aku bereaksi, aku bisa menyembunyikannya dan tidak akan kutunjukan dengan terang-terangan di wajahku.

Pantulan Caden terlihat di jendela yang membatasi ruang kerjaku dengan halaman belakang. Ruang kerjaku terletak di lantai tiga, cukup tinggi untuk aku bisa memantau semuanya dari jauh, memperhatikan kalau ada sesuatu yang dapat membahayakan anggota pack-ku. Walau aku sedang berurusan dengan pekerjaanku atau mengurus banyaknya lembaran kertas berisi perjanjian persekutuan dengan pack lain, aku masih bisa mengawasi keluargaku.

"Aku tahu kau sibuk, tapi kau harus beristirahat. Keluarlah, bergabung dengan mereka." Aku menggeram mendengar suruhannya. Serigalaku memintaku untuk memberinya pelajaran karena sudah memerintah seenaknya.

Caden tetaplah Caden. Orang lain sudah pasti ketakutan setengah mampus mendengar geramanku, tapi tidak dengan Caden. Ia masih terlihat tenang, seakan geramanku bukanlah apa-apa baginya. Seperti ia tidak mendengarnya. Membuktikan kalau ia tidak takut, Caden malah memasukan kedua tangannya pada kantong celana jins hitamnya. Seringaian lebar terpancar jelas pada pantulan dirinya di jendela.

Jika aku tidak mengingat siapa Caden bagiku, aku pasti sudah melemparnya dari sini sebab sudah masuk ke ruang kerjaku tanpa izin. Selain itu Caden juga sudah mengusik kenyamanan dan ketentramanku seorang diri. Caden tahu aku tidak suka diganggu kalau sedang sendiri, tapi ia masih tetap melakukan itu. Caden suka membuatku kesal, itu adalah kebiasaan yang ia lakukan sejak kecil.

Aku adalah orang yang lebih menyukai ketenangan dan kesendirian, berbeda sekali dengan Caden. Ia lebih suka dengan keramaian atau hiruk pikuk. Kalau Caden suka bercanda dan melakukan hal yang konyol, aku lebih cenderung serius. Namun, bukan berarti Caden tidak bisa serius. Ia bisa melakukan itu kalau memang harus, seperti saat ia sedang melakukan bisnis atau pekerjaannya.

"Apa yang kau inginkan, Beta?" Seringaian lebarnya terhapus begitu saja. Cemooh keluar dari mulutnya tapi berbeda dengan matanya yang memancarkan kepedihan.

Caden tidak menjawabnya. Aku mengabaikan ia yang melirikku dengan ujung matanya. Aku memperhatikan halaman belakang masih ramai dengan anggota pack yang bersenang-senang tanpa peduli dengan masalah mereka.

Aku tahu kenapa Caden melihatku seperti itu. Sejak aku membuat pack ini berjaya lagi, aku tidak lagi mempedulikan Caden. Semua yang kupedulikan hanya keselamatan dan keutuhan pack-ku. Semua yang kubangun dari awal tidak akan kubiarkan hancur lagi. Aku akan membuat orangtuaku bangga dengan keberhasilanku. Aku membuat ayahku bangga sebab sudah menjadi alpha betina yang ia harapkan.

Untuk melakukan itu, aku sudah mengorbankan semuanya. Darahku, keringatku, bahkan setiap tetesan air mata yang kutangisi untuk keluargaku yang gugur. Aku juga sudah mengorbankan emosiku. Mengesampingkan apa yang kurasakan demi menjaga semua yang sudah kucapai. Tidak ada lagi obrolan dengan Caden tentang apa yang kurasakan. Semua yang kubicarakan dengan Caden bersifat bisnis yang berhubungan dengan pack. Aku tidak lagi memanggil Caden dengan namanya, melainkan dengan jabatannya. Semua yang berhubungan pribadi dengan Caden sudah kukubur dalam-dalam. Aku mendorong jauh orang yang peduli padaku, terutama Caden.

Aku sebelumnya tidak seperti ini. Sebelum semuanya terjadi, hidupku penuh dengan pelangi dan unicorn. Senyuman ada setiap aku berjalan, sapaan penuh ceria keluar dari mulutku. Gaun warna-warni selalu kukenakan. Berjalan menjelajah rumah pack sambil membawa boneka beruang yang dengan bangganya kupanggil Tuan Brown. Walau aku masih menyimpan boneka beruang pemberian ayahku, tapi sekarang itu jauh dari jangkauanku, kukubur di tanah bersama tumpukan barang berharga pada masa sebelum mimpi buruk itu terjadi.

Mulut Caden terbuka, tapi sebelum ia bersuara, suara lain menginterupsinya. Dering telepon bergema di ruang kerja yang hening. Sebelum aku bergerak ingin mengangkat telepon, serigalaku menggeram kencang dalam kepalaku. Aku hampir terjatuh kalau tanganku tidak bertopang pada tembok. Geramannya yang kencang membuat kepalaku pusing seketika.

Aku menggeleng menghilangkan rasa pusingnya sebelum memarahi serigalaku. "Apa-apaan Athena?!"

"Tidak ada waktu untuk berdebat!" Geramannya semakin kencang, kepalaku ingin pecah rasanya. Tanganku mengepal kencang sampai buku-buku jarinya memutih. Kuku jariku menekan telapak tanganku, aku merasakannya menancap kulitku. "Pergi ke Crescent Red Pack sekarang juga atau aku akan mengontrol tubuhmu!"

Amarahku menghilang seketika, berganti dengan rasa takut. Tubuhku tiba-tiba terasa dingin, wajahku memucat mendengar ancamannya. Perasaan ingin muntah seketika muncul. Tubuhku gemetar karena takut.

King's LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang