Saat Jisung bersikeras bahwa ia melihat Marlena di Seoul, Taeyong sukses dibuat bingung. Sebab, Marlena yang ia tahu adalah seorang antisosial yang bahkan menolak untuk sekadar keluar dari apartemennya, sehingga kemungkinan wanita itu berada di luar kota adalah kemungkinan yang cukup muskil. Setelah beberapa hari berselang, pikiran itu tak lagi begitu mengganggu Taeyong. Bukan berarti ia tidak mencoba membuktikan perkataan sang putra. Taeyong sampai pernah datang menjemput Jisung lebih awal, merelakan diri menunggu beberapa saat di dalam mobil sambil memperhatikan wilayah sekolah itu, mulai dari gerbangㅡtempat Jisung melihat Marlenaㅡhingga daerah-daerah yang mereka lewati. Namun tetap, tak ada sosok Marlena yang didapat.
Taeyong tak yakin mengapa ia merasa kalut di kali pertama Jisung menyebut nama Marlena tempo lalu. Ia hanya berpikirㅡspekulasi semata, dengan harapan bahwa spekulasi ini tetap akan menjadi hal tak terbuktikanㅡbahwa Marlena ada sangkut pautnya dengan kasus penculikan dan pembunuhan dua murid SD Taeyangㅡsekolah Jisung. Pikiran itu kemungkinan disebabkan oleh rasa cemas Taeyong terkait masalah akhir-akhir ini, yang hingga kini belum menemukan pelaku jelas.
Namun, kegusarannya lambat laun berkurang, dan tiadanya kasus penculikan baru pun membuat Taeyong menjadi lebih tenang. Penyelidikan pihak kepolisian yang berkembang lebih dalam dan ketat memang patut diapresiasi. Kini, semua kembali berjalan sebagaimana mestinya. Jisung masih bersama Taeyong, diantar setiap pagi dan dijemput setiap siang. Dan ketenteraman itu nyaris bertahan satu minggu lamanya.
Ketenangan yang Taeyong alami jelas berbanding terbalik dengan apa yang Jaehyun, Youngho, Jeno, Taeil, Minhyung, serta Donghyuck alami. Keenamnya memiliki ketertarikan akan hal yang sama, kasus pembunuhan dan penculikan murid SD Taeyang, dan begitu hal yang menjadi ketertarikan itu perlahan hilang, rasa haus dan seluruh rasa penasaran mereka membeludak dengan kurang ajar. Sebut saja mereka nista, sebab keinginan besar menangkap si pelaku berbanding lurus dengan keinginan mereka untuk kembali melihat korban. Siapa pun itu.
Kantor polisi pagi itu tampak lengang. Kesibukan hanya diisi oleh telepon-teleponan dari warga tentang gangguan remeh di toko, penjambretan di trotoar, hingga kecelakaan kecil. Minhyung pun, seperti hari-hari biasa, berpatroli di jalan-jalan, memantau lalu lintas sambil sesekali mengamati tindak kejahatan yang bisa saja terjadi. Hwang Lucas menjadi rekannya kali ini.
Pemuda itu adalah sosok bertubuh tinggi, sedikit lebih tinggi dari Minhyung, dengan kulit kecokelatan serta wajah yang tampak dungu. Oh, tetapi jangan remehkan ia dalam hal apa pun. Lucas adalah petugas yang ditetapkan dua tahun lebih dulu dibanding Minhyung, dan sejauh yang ia dengar, sosok dengan wajah dunguㅡtetapi dengan kenyataan lebih seram dari yang terlihatㅡmemiliki ambisi begitu besar dan kuat, sebagaimana dirinya. Sejauh yang Minhyung tangkap, Lucas dulunya sama seperti ia, menginginkan jabatan di bagian Resre Kriminal dengan cara menjual diri dan meninggikan bakat dalam penanganan kasus-kasus yang belum mampu dibuktikan. Namun, usaha mendongkrak daya tawar itu justru dipandang jelek, membuat Lucas berakhir menjadi polisi lalu lintas hingga sekarang. Menurut kabar, para petugas terlalu malas mempromosikan Lucas naik jabatan. Ambisi pemuda itu tak mampu dibendung, membuatnya dianggap sebagai bibit perusak ulung.
Minhyung tak mau ambil pusing, toh jika mesti dibandingkan lagi, ia yakin lebih baik dari Lucas. Memang, ambisi keduanya patut diacungi jempol akibat kuat sama rata, tetapi menyamakan diri dengan Lucas adalah hal buruk. Lucas adalah produk gagal, dan Minhyung tidak termasuk dalam hal itu (meski sudah mendekati, akibat terciptanya citra buruk terkait kekeraskepalaannya).
Semua tampak teratur hari itu. Kemacetan bisa ditangani dengan lebih baik sehingga tak menciptakan kepadatan dalam waktu yang lama. Pengalaman Lucas selama bertahun-tahun mengatur lalu lintas jelas mengilhaminya berbagai macam teknik yang baik. Minhyung tak akan keberatan untuk mencuri ajar darinya dalam hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Skizofrenia [Bahasa]
FanfictionSemula, Lee Taeyong dengan bangga menganggap bahwa ia adalah orang tua yang tepat. Semula, ia juga menganggap bahwa dirinya adalah sosok ayah terbaik yang pernah ada. Ia yakin bahwa Jisung, bocah laki-laki berusia 6 itu, adalah anak paling beruntung...