Setelah sebelumnya Taeyong, Jisung, dan Marlena, maka kali ini saatnya Minhyung dan Donghyuck :)
.
.
.
Lee Minhyung mengerang frustrasi sambil kaki menendang botol cola di ujung sepatu dengan asal. Rasa kesal dan tak terima masih menguasai diri, membuatnya marah terhadap apa pun. Kebolehan unjuk diri lantas harus diurungkan, tatkala rekan-rekannya malah menyoraki dan mengatakan bahwa ia belum pantas untuk mendapat predikat berupa posisi serupa mereka.
Minhyung adalah sosok berambisi tinggi yang akan semakin meroket tiap waktu. Manakala ambisi itu harus terpaksa ditekan turun, kekesalan akan langsung menguasai. Tidak ada yang terhindar dari amukannya, baik orang yang tidak bersalah dan terlibat sekalipun. Seiring dengan kekesalan yang meluap-luap, rentetan peristiwa tak mengenakkan beberapa saat lalu kembali memasuki otak.
"Kau ingin bergabung dalam Tim Resre Kriminal?" tanya seorang pria setengah baya berkepala pelontos. Sebelah matanya melotot, sementara mata yang lain menyipit ngotot.
"Ya, Ketua! Saya yakin, saya bisa!" balas Minhyung percaya diri. Posisi diri yang tegak dan dada membusung gagah penuh keyakinan, membuatnya percaya diri bahwa hal ini akan berhasil hanya dalam sekali percobaan.
Alih-alih mendapat sorakan atau seruan bangga, sejuta bentuk cemooh lantas ia dapatkan, melempar Minhyung menuju jurang paling dalam dari rasa malu. Orang-orang di sekitarnya, berusia lebih tua dibanding ia, mengeluarkan tawa keras yang memekakkan telinga. Kepala mereka gelengkan tak percaya, bersama kalimat bernada mengejek yang mengalun dari belah bibir mereka. Lee Minhyung berhasil dijatuhkan dalam sekali hempas!
"Kau baru saja lulus dan masuk ke sini, Tuan Lee, bagaimana bisa kau mau langsung menjadi bagian dari Divisi Resre Kriminal? Pengalaman apa yang kau punya sampai percaya diri begini?" Pria berkepala pelontos itu kembali bersuara. Kali ini, kedua matanya berkedut-kedut aneh.
Tak mau kalah, si pemuda Lee membalas, melontarkan kalimat penuh keyakinan bahwa ia tidak boleh diremehkan. Segala prestasi di bidang akademik, yang kemudian berhasil menghantarnya menjadi salah satu petugas di salah satu kantor polisi di kotanya, ia jejalkan sebagai penekanan, termasuk kemampuannya lulus lebih awal dibanding rekan-rekan seangkatan.
"Anda tidak perlu meragukan saya, Pak. Bahkan nilai akaㅡ"
Sekali lagi, kelompok pria itu menertawainya; mencemooh bahwa Lee Minhyung adalah pemuda aneh haus sembah dan pujian. Sifat bangga diri membuat Minhyung lantas dianggap menyebalkan oleh kebanyakan rekan.
"Ya, ya, kami tahu nilaimu paling sempurna di akademik, bahkan sampai saat ini. Tapi kemampuanmu belum mampu kami nilai, Nak! Berjuanglah lain waktu!"
"Lebih baik kau membantu para polisi lalu lintas sana! Pimpinan memilihkan tugas itu untukmu, kan?" Dan lagi, tawa penuh hina mengisi ruang sesak itu, pun berhasil menendang Minhyung keluar dari sana dengan wajah kesal dan malu. Maka dari itu, rasa hati tak tentu membawa Minhyung membolos dari kepenugasannya di lampu merah pada titik-titik jalan yang telah dipetakan. Tanpa memedulikan konsekuensi, setelah mengganti seragam dinas, Minhyung memutuskan melangkah menuju tempat lain; tempat yang selalu mampu menggugahnya.
.
Pemuda Lee menatap bangunan beretalase kaca di hadapannya. Dari tempatnya berdiri di seberang jalan, orang-orang dengan minat serupa dengannya tampak memenuhi tempat itu; menyelipkan diri di antara rak-rak buku yang berdiri sebatas dada orang dewasa hingga menjulang beberapa senti di atas kepala. Tempat itu lekas mengundang Minhyung untuk segera menyeberang dan memakan buku-buku yang ditawarkan di sana; memuaskan rasa lapar otak dan pikirannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Skizofrenia [Bahasa]
FanfictionSemula, Lee Taeyong dengan bangga menganggap bahwa ia adalah orang tua yang tepat. Semula, ia juga menganggap bahwa dirinya adalah sosok ayah terbaik yang pernah ada. Ia yakin bahwa Jisung, bocah laki-laki berusia 6 itu, adalah anak paling beruntung...