Suara bising mengisi tempat itu. Mesin-mesin yang bercahaya, dengan batang-batang besi, serta percikan api-api kecil yang tak ingin dibiarkan masuk ke dalam mata dan membuat buta menjadi pelengkapnya. Di ruangan luas nan sesak tersebut, puluhan orang tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Helm keselamatan, kacamata, dan masker menghiasi wajah mereka. Beberapa tampak mondar-mandir membawa besi ini dan itu, mendekati para petugas di mesin perakitan. Taeyong menjadi bagian dari mereka, dengan tubuh yang dihuyung lelah ke sana kemari.
Keringat bercucuran, membasahi rupa Taeyong yang sudah tak karuan. Sesekali ia menyeka pelipis dengan sarung tangan kasar yang digunakan, sekadar untuk mengurangi debit peluh yang terus mengalir. Ia melirik jam besar di atas pintu masuk, memeriksa waktu setiap 10 menit sekali, berharap agar tak melakukan kesalahan dan membuat Jisung menunggunya selama lebih dari satu jam. Seharusnya, pekerjaan Taeyong sudah selesai dari tadi, tetapi akibat meningkatnya jumlah pesanan di waktu-waktu terakhir, membuat atasan dengan buru-buru meminta pekerjaan ekstraㅡtentu dengan iming-iming gaji yang akan naik. Taeyong tak dapat menolakㅡtentu, uang adalah prioritas saat ini. Oh! Setelah Jisung, tentu saja.
Waktu telah menunjukkan pukul 3 sore, bertepatan dengan waktu Jisung keluar dari kelas terakhirnya. Taeyong lantas mengedarkan pandang, memperhatikan beberapa pekerja yang masih sibuk, sebagaimana dirinya. Pekerjaan mereka akan selesai, sedikit lagi.
Taeyong mulai berhitung, dari satu, dilanjutkan dengan dua, tiga, empat, hingga mencapai 30, dan suara alarm pemekak telinga pun berbunyi, bersamaan dengan mesin-mesin yang mulai mati, menandakan waktu kepulangan yang sudah tiba. Tanpa menunggu lama, Taeyong melepaskan segala benda penunjang keselamatan dari tubuhnya, melemparnya asal ke keranjang besar di dekat pintu keluar. Setelahnya, ia menuju toilet, membasuh wajah yang lusuh, sebelum kemudian menuju basement, tempat mobilnya terparkir.
Taeyong melirik arloji yang melingkari tangan kiri: pukul 3 lewat 15 menit. Kini, ia hanya memiliki waktu maksimal 30 menit, atau ia akan benar-benar terlambat menjemput Jisung. Dengan sigap, Taeyong mengendarai mobil keluar dari area kantor dan menjejalkannya ke jalan besar, menunggu antrean lampu hijau. Taeyong menggigit bibir tak sabar. Kemacetan lalu lintas ini membuat kepalanya seketika pening.
"Bergerak! Ayo bergerakㅡwalau satu inci saja! Astaga ...." Ia mendesah kesal, merutuki mobilnya yang terus tersendat, seakan enggan keluar dari kawasan macet tersebut.
Waktu terus berjalan, hampir menunjukkan pukul setengah empat. Namun, Taeyong masih belum mencapai setengah dari perjalanan menuju sekolah, membuatnya mendumal dalam hati, sebab setelah ini ia harus membelikan pizza dan cola bagi Jisung sebagai bentuk permintaan maaf.
Setelah lebih dari setengah jam, mobil Taeyong akhirnya bisa melaju dengan leluasa, melewati jalanan yang tak dirundung kemacetan menuju sekolah Jisung. Waktu telah menunjukkan pukul 3:55, yang berarti ia telah membuat sang putra menunggu hampir satu jam lamanya. Tak ingin mengulur waktu lebih banyak, Taeyong segera melepas sabuk pengaman begitu memarkir mobil di depan gerbang, pun memelesat keluar, menghampiri sebuah bangku panjang di dekat pos sekuriti di bawah pohon rindang. Taeyong menemukan Jisung di sana, duduk santai sambil sesekali mengobrol dengan bocah laki-laki berambut potongan jamur di sampingnya. Seorang petugas tampak tidur pulas di pos jaga, lelah menunggu dua bocah terakhir itu dijemput oleh orang tua mereka.
"Maaf, Papa terlambat, Sayang." Taeyong menghampiri, pun langsung mendapat pelukan di kaki oleh bocah itu.
"Papa harus membelikan pizza dan cola!" Dengan cengiran khas, Jisung menagih, dan Taeyong tak mampu berkata tidak selain menganggukkan kepala dengan senyuman yang terpatri di wajahnya.
"Taehyun, aku pulang duluan, ya!" Jisung kemudian melambaikan tangan pada si bocah berambut jamur.
"Oke! Ingat yang kuceritakan tadi, kan?" Taehyun melepas ransel kuningnya, mengeluarkan sebuah komik, dan menyerahkannya pada Jisung. Taeyong cukup terkejut melihat itu, tetapi ia tidak menegur langsung. "Conan adalah detektif yang keren!" Taehyun mengacungkan dua jempol.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Skizofrenia [Bahasa]
FanfictionSemula, Lee Taeyong dengan bangga menganggap bahwa ia adalah orang tua yang tepat. Semula, ia juga menganggap bahwa dirinya adalah sosok ayah terbaik yang pernah ada. Ia yakin bahwa Jisung, bocah laki-laki berusia 6 itu, adalah anak paling beruntung...