15 - Interogasi dan Laki-laki Tirani

226 42 14
                                    

Hai. Update lagi, nih. Selamat membaca! :)

.

.

.

Marlena melirik kiri dan kanannya gelisah, mendapati berpasang mata yang memandangnya penuh rasa ingin tahu, sementara tubuhnya digeret paksa oleh dua orang polisi berbadan besar. Marlena jelas tahu tempat ini: Kantor polisi, tempat yang akan ia hindari dalam kondisi apa pun. Namun, takdir menjebloskannya ke dalam situasi buruk; ia berakhir terpaksa menginjakkan kaki di tempat ini.

Ia dimasukkan ke dalam ruangan berisi meja persegi panjang dan dua kursi yang ditata saling berhadapan. Sebuah kamera terpasang di salah satu sudut ruangan, berikut kaca panjang melebar yang menempeli salah satu sisi dinding. Marlena tak tahu apa yang harus ia lakukan, maka ia mendekati salah satu kursi, satu yang menghadap tepat pada kaca di dinding. Sinar polos bertahan di matanya, memperhatikan sekitar bagaikan anak kucing.

Tak lama, seorang petugas polisi melangkah masuk. Tanda nama yang tersemat di dadanya berbunyi: Hwang Yookhae. Ia adalah lelaki muda bertubuh tinggi dan berkulit kecokelatan. Si polisi meraih posisi di kursi terakhir, yaitu yang membelakangi kaca. Mata bulatnya yang tajam melirik Marlena, yang masih disibukkan dengan observasinya pada sekitar, sementara ia membalik lembar demi lembar kertas pada papan dada di tangannya. Beberapa saat kemudian, Petugas Yookhae pun berdeham, mengalihkan pehatian Marlena sepenuhnya.

"Nama?" tanya Yookhae.

"Aku benci tempat ini."

"Nama!"

Marlena mencondongkan tubuh ke arah Yookhae, mengimpit bagian atas payudaranya pada sisi meja. Ia melayangkan tatap penuh harap kepada lelaki itu. "Kau bisa mengeluarkanku dari sini?" tanyanya.

Yookhae seketika menggebrak meja, membuat Marlena tersentak di tempatnya, menatap Yookhae dengan pandangan takut dan tak suka.

"Sebutkan namamu."

"Ma-Marlena ...."

"Nama aslimu!"

"Marlena!"

Yookhae menghela napas berat, mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia menggeleng beberapa kali, lalu membolak-balik kertas yang tertempel pada papan dada yang kini tergeletak di atas meja.

"Kim Sohye, itu namamu," ujarnya.

Marlena tak lagi berkutik setelah itu.

"Baik." Yookhae melanjutkan. "Jelaskan semuanya, Marlena." Ia memberi penekanan pada kata 'Marlena', bermaksud menyindir wanita aneh itu.

"A-aku ... Marlena."

"Kenapa kau membunuh?"

"Aku tidak membunuh."

"Di mana anak yang kau culik itu? Ke mana kau membawanya?"

"Aku ... tidak tahu."

"Mengapa kau menculik mereka?"

Marlena kini diam, memilih memilin kain bajunya yang berwarna gelap.

"Di mana kau menyandera bocah yang kau culik, Kim Sohye?"

"Aku ... A-aku ...." Marlena bergumam dengan kedua alis bertaut dan dahi berkerut.

"Kim Sohye!" bentak Yookhae sambil kembali menggebrak meja, sukses membuat Marlena menelungkupkan kepala ke atas meja, dengan kedua tangan yang seakan berusaha menahan apa pun yang sekira akan jatuh kepadanya, pun menangis sejadi-jadinya.

[✓] Skizofrenia [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang