14 - Repetisi Kriminal

217 46 10
                                    

Hai~ Aku update lagi, hihi. Makasih udah nunggu. 🤍

.

.

.

Rasa cekam mencengkeram ruangan itu. Terlepas dari terang lampu dan rasa nyaman yang sejatinya ditawarkan ruangan, si bocah laki-laki hanya mendapati kegelapan. Ia tak tahu sudah berapa lama ia di sana, sebab yang mampu ia lihat hanyalah sisi gelap kain penutup mata. Tak peduli berapa kali ia menangis dan berteriak, sosok sang penyekap tetap tak memberi belas kasih; enggan membuka penutup matanya barang sejenak. Setiap waktu makan (yang bocah itu indikasikan dengan sendok berisi makanan yang tersodor ke depan mulutnya), sang penyekap menyuapinya dengan penuh kelembutan, seakan tak punya niat melukai tubuh si bocah barang segores saja. Meski begitu, bocah itu tetap ketakutan dan mendekap rasa terancam yang dahsyat.

Suara pintu yang perlahan terbuka seketika mengalihkan perhatian si bocah. Meski kedua matanya dipaksa buta, indra-indranya yang lain menjadi lebih tajam. Ia mendengar langkah kaki ringan setelah pintu ruangan ditutup halus. Suara langkah itu berhenti tepat di hadapan si bocah. Tubuhnya seketika bergetar hebat, hingga seakan mampu menggetarkan tali-tali yang mengikatnya di atas ranjang sempit itu.

Selanjutnya, suara sobekan kertas tertangkap oleh telinga si bocah. Ia masih ketakutan, mendesak sosok di dalam ruangan itu melakukan sesuatu. Suara halus seorang wanita pun terdengar beberapa saat kemudian.

"Tenang, aku tidak akan menyakitimu, Sayang. Tergantung dari hasil laporan di kertas ini," ucapnya.

Wanita itu memandang selembar kertas yang baru ia tarik keluar dari map cokelat yang disobeknya. Ia membaca baris demi baris kalimat dengan saksama, pun seketika terperanjat. Apa yang ia dapatkan adalah apa yang memang ia harapkan selama ini.

Si bocah laki-laki merasakan tangan dingin membelai pipinya, membuat tubuhnya semakin menggigil ketakutan.

"Tolong ... Jangan sakiti Jisung, Bibi ...." pintanya.

Suara isak pun terdengar. Bukan dari sosok si bocah, melainkan wanita yang menyekapnya.

"Aku tidak akan menyakitimu, sebab kaulah anakku. Anak kandungku."

* * *

Taeyong muak. Terlepas dari kehebatan para polisi mengumpulkan dugaan, mereka tetap payah dalam hal mengambil tindakan. Terhitung dua hari telah berlalu sejak pertemuan di kantor kala itu, ketika seorang detektif cerdas menyingkap segala yang masih tertutup. Namun, hingga detik ini, Taeyong tidak mendengar perkembangan baru. Terlepas dari permohonannya, tidak ada kabar dari Jaehyun maupun Jeno, bahkan si detektif itu, membuat Taeyong menduga bahwa mereka belum bergerak sedikit pun. Dugaan itu pun diperkuat dengan sosok Jeno, yang entah mengapa selalu Taeyong temukan di mana pun ia berada. Hanya kebetulan, atau pemuda itu memang mengekorinya?

Ketika Taeyong meninggalkan kantor sore itu, ia mendapati mobil yang tampak familier terparkir di depan gedung. Ia mengenalinya sebagai mobil Jeno. Ketertarikan macam apa yang menggugah si polisi untuk mengekori Taeyong ke mana pun, bahkan ketika ia menyetir menuju apartemen?

Beberapa saat kemudian, Taeyong tiba di basement apartemennya. Ia memarkirkan mobil, mengabaikan Jeno yang mengikuti pergerakannya. Ketika Taeyong keluar dari mobil dan hendak melangkah menuju lift, saat itulah ia memutuskan memutar tumit, pun melangkah cepat menuju mobil Jeno.

Jeno seketika menegang, melirik ke kiri dan kanan, mencari sesuatu yang bisa dilakukan. Namun, semua terlambat ketika Taeyong mengetuk jendela mobilnya. Sambil mendesah pasrah, ia pun menurunkan kaca dan menatap wajah lelah bercampur berang milik laki-laki itu.

[✓] Skizofrenia [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang