Update lagi, yeay!
.
.
.
"Kita tidak boleh menyerahkan selendang ini, Pak Polisi."
Donghyuck berujar dalam lafal sedikit gagap. Mata laki-laki itu melebar, menampilkan ancaman yang dibuat-buat. Minhyung semakin sukar menerjemahkan keadaan.
"Apa maksudmu, Donghyuck?"
Pertanyaan itu disambut gerakan cepat Donghyuck menjauhkan selendang dari jangkauan Minhyung. Benda itu berakhir masuk ke dalam tas sekolahnya. "Maaf, aku harus pulang."
Si komisaris memandang heran bersama gambaran yang melintas dalam kepala. Minhyung mulai meragukan bocah SMA itu, terlebih ketika Donghyuck bertingkah seolah tengah berada dalam ancaman besar. Apa yang salah dari menyerahkan barang bukti ke pihak kepolisian? Bukankah itu akan menguntungkan mereka juga?
Donghyuck bangkit dari sofa, memakai tas serampangan, lalu melangkah lebar menuju pintu. Namun, sebelum ia benar-benar berlalu dari situ, suara Minhyung menghentikan pergerakannya.
"Lee Donghyuck ssi, kau harus ikut aku ke kantor."
Tangan yang baru akan meraih gagang pintu seketika membeku. Kekuatan kalimat itu memberi dampak yang besar bagi Donghyuck. Kelenjar keringatnya bekerja semakin sering, berikut kedua tungkai yang mulai bergetar takut. Dengan napas memendek, Donghyuck memutar badan dan menatap si komisaris ragu-ragu.
"Kau tidak ... mencurigaiku, kan?"
Raut keras di wajah Minhyung memberi tanda sebaliknya.
* * *
Siang itu, Taeyong dengan pasrah membiarkan diri diseret menuju kantor polisi yang sesak setelah Jaehyun mendadak kembali muncul di hadapannya. Pria itu berkata, pihak kepolisian membutuhkan bantuannya untuk mengungkap identitas si pelaku, terlebih usai Taeyong mencurahkan segala kekhawatirannya di taman gereja pagi itu. Taeyong pun merasa hari ini akan jadi hari yang amat panjang, dan skenario terburuk adalah ia harus melewati segala hal ini tanpa Jisung.
Jaehyun menuntun Taeyong memasuki ruangan di lantai tiga, sebuah tempat berpintu cokelat bepernis dengan ukiran sederhana. Taeyong memasuki ruangan itu, diekori oleh Jaehyun yang kemudian menutup pintu di belakang mereka. Begitu masuk, Taeyong mendapati tiga orang pria telah lebih dulu ada di sana, menatapnya penasaran sekaligus tak sabar.
Jaehyun mempersilakan Taeyong untuk duduk, tepat di area sofa tempat tiga pria tadi menatapnya.
"Tuan Lee, perkenalkan, ini Komisaris Lee Jeno, Komisaris Seo Youngho, dan ..." Jaehyun memberi jeda sebelum memperkenalkan Gun, hanya demi melayangkan tatapan tak suka kepada pria itu, "Detektif Jeon Gun."
"Senang bertemu Anda, Tuan Lee." Gun memberi senyum paling ramah sambil mengulurkan tangan, menyalami telapak ringkih Taeyong. Taeyong hanya mengangguk dan menggumam sekenanya, sebelum akhirnya duduk mengitari meja kecil di tengah-tengah sofa.
"Jadi, Tuan Lee, pihak kami telah berusaha menelusuri informasi terkait identitas wanita bernama Marlena, tapi tidak ada satu pun data yang kami temukan," ujar Jaehyun, dan ia mampu menangkap sinar keterkejutan yang sempat melintasi mata orang tua tunggal itu. Tampaknya, Taeyong juga tidak menyangka hal itu akan terjadi.
"Tapi, Anda tidak perlu khawatir. Alasan kami memanggil Anda adalah untuk menunjukkan kepada kami siapa sosok Marlena sebenarnya."
Jaehyun menggeser laptop di atas meja untuk menghadap ke arah Taeyong. "Tolong lihat data-data ini, temukan sosok si Marlena. Kuharap Anda tidak melupakan wajahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Skizofrenia [Bahasa]
FanfictionSemula, Lee Taeyong dengan bangga menganggap bahwa ia adalah orang tua yang tepat. Semula, ia juga menganggap bahwa dirinya adalah sosok ayah terbaik yang pernah ada. Ia yakin bahwa Jisung, bocah laki-laki berusia 6 itu, adalah anak paling beruntung...