20 - Skizofrenia

349 37 10
                                    

Suara desis penggorengan mengisi kediaman itu. Seorang lelaki berkutat di dapur. Tangan lihainya berusaha meracik beberapa menu sarapan. Cahaya mentari yang masih mengintip malu dari jendela menandakan waktu yang baru menunjukkan pukul enam pagi, menjadi alasan kondisi kediaman yang masih sepi. Putranya masih tidur pulas di balik gelungan selimut tebal.

Taeyong tak percaya bahwa semua telah berakhir. Setelah segala rintangan, Jisung berhasil kembali ke dalam pelukannya. Meski sudah satu minggu berlalu, kehidupan mereka belum benar-benar bisa dikatakan kembali sebagaimana semula. Jisung belum mulai sekolah lagi, dan demi mengawasi sang putra, Taeyong menyerahkan pekerjaannya ke orang lain, bahkan berniat mengirim surat pengunduran diri dan mencari pekerjaan yang tak akan menyita terlalu banyak waktu.

Setelah menata sarapan di meja makan, Taeyong melepas celemek dan melangkah keluar dari dapur. Ia mendekati salah satu kamar dan melongokkan kepala melalui celah pintu, memandang bocah laki-laki yang masih tidur pulas. Taeyong tersenyum hangat, pun menekan saklar lampu dan membiarkan cahaya mengisi ruangan itu.

"Jisungie ...." Ia memosisikan diri duduk di pinggir ranjang. "Sayang, tidak mau bangun, hm?"

Tidak ada respons. Jisung masih dalam posisi tidur tenangnya. Taeyong yang tak bisa menahan gemas lantas mengecup pipi sang putra, pipi dari sosok yang sempat menghilang dari jangkauannya cukup lama. Apabila mengingat itu lagi, membandingkan dengan sosok Jisung yang bisa ia tatap langsung sebagaimana saat ini, mata Taeyong memanas menahan tangis.

Pada akhirnya, lelaki itu tidak memaksa sang putra untuk segera bangun. Ia membiarkan Jisang tidur lebih lama. Biasanya, bocah itu akan bangun sendiri ketika merasa lapar. Ia hanya perlu memanaskan makanan ketika waktunya tiba.

Taeyong kemudian memutuskan untuk membersihkan diri, membuang segala penat. Sementara air hangat mengaliri tubuhnya, segala hal berputar dalam kepala; waktu yang berjalan mundur ke hari penemuan Jisung dan penangkapan si pelaku.

Tersangkanya adalah seorang wanita. Gun berhasil menangkap wanita yang akan melarikan melalui bagian belakang rumah yang sudah habis terbakar. Si detektif menembak betisnya, melumpuhkan pergerakan dan mencegah pelarian. Selama penangkapan, wanita itu berteriak hebat, memberontak hingga menangis. Taeyong tak menyangka sosok itulah yang menculik anaknya dan membunuh para bocah hilang.

Polisi langsung membawa wanita itu ke markas. Taeyong dan Jisung diantar ke rumah sakit, sementara beberapa petugas menjaga TKPㅡyang telah berubah menjadi puing-puing tertutup abuㅡdan mengontrol para wartawan. Bagaimanapun, berbagai bukti mengenai pembunuhan sudah lenyap bersama rumah yang terbakar. Namun, pihak kepolisian mengusahakan segala hal untuk mengungkap semua, termasuk mendengar kesaksian Marlena.

"Ketika aku tahu terjadi pembunuhan terhadap bocah laki-laki di Seoul, pikiranku langsung tertuju pada Jisung dan Taeyong. Saat peristiwa itu terjadi, Jisung telah menginjak usia delapan. Merasa Jisung adalah anakku juga, aku meninggalkan segalanya di Incheon dan pindah ke Seoul, hanya agar bisa mengawasinya.

"Selama beberapa waktu, aku memperhatikan Jisungㅡtindakan yang cukup berlebihan sehingga menimbulkan kecurigaan. Itu semua karena aku mulai tahu identitas si pelaku, yakni wanita yang baru kalian tangkap itu. Dan skenario paling seram adalah ia sudah mengincar Jisung, jauh sebelum korban terakhir diungkap. Wanita itu pernah bertemu dan bercakap dengannya di sebuah toko pakaian, kemudian di suatu malam di sebuah swalayan dua puluh empat jam. Tahu bahwa dia akan mulai bertindak, aku berusaha menyembunyikan Jisung, tetapi dia berhasil menemukan keberadaanku dan merebut bocah itu dariku, membuatku benar-benar gila."

Penjelasan itu sudah cukup memberi ujung benang merah bagi kepolisian.

"Bagaimana kami bisa yakin apa yang Anda kemukakan adalah kebenaran?"

[✓] Skizofrenia [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang