Halo! Terima kasih untuk kalian yang setia menunggu. ^^ Please enjoy this chapter and don't forget to leave your vote and comments to support this story. <3
.
.
.
"Jisung?"
Begitu membungkus baju pilihannya, Taeyong mengedarkan pandang ke seluruh sudut toko, mencari keberadaan Jisung. Kegiatan memilah-milah baju merenggut seluruh atensinya, membuatnya sejenak lupa akan keberadaan sang putra.
Tatkala tak menemukan wujud Jisung, Taeyong mulai panik. Tangannya menggenggam erat tas belanja, dengan rahang mengencang serta kedua tungkai yang mulai terasa goyah di setiap langkahnya. Pikiran buruk mulai merongrong masuk, memaksa Taeyong mengumpati diri dalam hati. Hingga saat ia mencapai salah satu deret pakaian, ia mendapati seorang wanita tengah memilah-milah kemeja sambil diekori oleh dua bocah laki-laki. Taeyong sangat mengenali salah satunya.
Jisung.
Dengan langkah seribu, Taeyong segera mendekat dan menarik sang putra ke dalam dekapan.
"Oh, astaga. Lee Taeyong ssi!"
Wanita yang tengah bersama Jisung tampak terkejut, menatap Taeyong hingga kehilangan kata-kata.
Melihat wajah wanita itu, ketegangan di wajah Taeyong memudar, pun digantikan oleh kedipan mata putus-putus. Seketika, ia merasa bodoh.
"Ibu Junwoo ...." lirihnya.
"Ada apa, Pa?" Jisung, yang kini berada dalam impitan kaki panjang Taeyong serta telapak tangan lebar yang menahan punggung kecilnya, pun mendongak, menatap roman tak menyenangkan dari wajah tegas sang ayah.
Taeyong lantas menggelengkan kepala, lalu mengatur napas agar kembali stabil. Dipandanginya wajah wanita berusia sekitar tiga puluh tahun di hadapannya kini, yang menatap ia dengan kebingungan murni, sebelum beralih ke arah bocah laki-laki di belakang Jisung.
"Apa ada yang mengganggumu, Taeyong ssi?" tanya wanita itu.
Taeyong kembali menggeleng. Dengan senyum kaku yang berusaha ia angkat¸ ia menahan getaran dalam suaranya sekuat mungkin. "Maafkan aku, Ibu Junwoo. Apa ... Jisung merepotkanmu?"
"Oh, tidak. Sama sekali tidak. Aku hanya kebingungan saat melihatnya berkeliling seorang diri di sini. Dia bilang dia tidak tahu kau di mana. Jadi, aku mengajaknya berjalan bersama, membiarkannya bermain bersama Junwoo."
Taeyong tersenyum sekali lagiㅡmasih sebuah senyuman kaku. "Terima kasih, Ibu Junwoo. Maaf sudah merepotkan. Apa kau mencari banyak barang?"
"Bukan apa-apa. Ayah Junwoo sebentar lagi ulang tahun, jadi kami mencarikannya hadiah."
"Kuharap waktuku banyak untuk bisa membantu, tapi aku khawatir aku dan Jisung harus segera pergi." Taeyong membuat gelagat-gelagat menyesal dan memasang ekspresi sekecewa mungkin.
"Tidak apa-apa, Taeyong ssi." Wanita itu tersenyum ramah, semakin memunculkan rasa bersalah di benak Taeyong, sebab telah memandang wanita itu sebagai ancaman bagi ia dan putranya. Sungguh kecerobohan yang besar.
"Kalau begitu, aku dan Jisung pamit, Ibu Junwoo. Sampai jumpa di sekolah juga, Junwoo." Ia mengusak kepala bocah laki-laki yang menyaksikannya sedari tadi, pun menyeret tubuh Jisung untuk berlalu, meninggalkan keluarga itu.
*
"Bisa jangan jauh-jauh dari Papa?"
Taeyong sekilas melirik sang putra dengan kedua tangan memegang setir dan pandangan yang berfokus pada jalanan. Jisung melipat tangan di atas paha, dengan kepala tertunduk serta bibir mencebik.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Skizofrenia [Bahasa]
FanfictionSemula, Lee Taeyong dengan bangga menganggap bahwa ia adalah orang tua yang tepat. Semula, ia juga menganggap bahwa dirinya adalah sosok ayah terbaik yang pernah ada. Ia yakin bahwa Jisung, bocah laki-laki berusia 6 itu, adalah anak paling beruntung...