Mew mengulurkan tangannya, membuka pintu besar berwarna hitam itu dengan aura wajah yang sudah berubah menjadi serius. Pemandangan gelap langsung menyapa indera lihatnya, dan Mew pun lebih melangkahkan lagi kakinya. Mencari-cari saklar listrik untuk menghidupkan penerangan di ruang kerjanya.
Seperti ruangan kerja pada umumnya. Ruangan kerja Mew di penuhi dengan buku-buku tebal, dan dokumen-dokumen penting yang berjejer rapih di rak-rak besar di sana. Yang membedakan hanyalah kesan dari ruangan itu saja, lebih identik dengan warna gelap. Yang dimana, membuat ruangan Mew terlihat lebih mirip seperti ruangan angker dari pada ruangan kerja. Banyak lukisan-lukisan yang memberi kesan suram, dan ada dua- oh tidak, bahkan ada tiga patung berukuran sedang yang menjadi dekorasi ruangan itu semakin mencekam.
Mew mendudukkan bokongnya di kursi singgasananya, sambil tangannya terulur untuk melonggarkan turtleneck-Nya. Yang sedikit membuat ia kegerahan. Mew membuka laci kerjanya, mengambil satu buah rokok dan alat pematik api sekaligus.
Seraya menyelipkan rokok itu di sela-sela bibirnya yang tipis, lalu menyalakan rokok itu. Menghisapnya dengan sensual lalu menghembuskannya ke udara. Selang dua detik asap itu menghilang dengan sendirinya.
Bersamaan dengan itu, Aj pun masuk ke dalam ruangan, dan langsung menutup pintu. Menghindari seseorang yang akan menguping di luar sana.
"Jadi apa yang akan di diskusikan" Mulai Mew, sambil lagi-lagi ia mengepulkan asapnya dengan bebas.
"Saya sudah menemukan biografi dari Up poomat lam-samsang"
Mew membenarkan posisi duduknya. Lalu menyentikkan dua kali abu rokok yang tengah ia apit di sela-sela jari menawannya. Mew menatap Aj dengan aura yang sangat kuat.
Lalu Aj pun meletakkan satu flashdisk ke arah Mew dan mendorongnya.
"Silahkan anda lihat" Tutur Aj.
Dan Mew pun mengambil satu disk itu. Mengamati disk itu dengan teliti, lalu matanya kembali menatap Aj. Aj memasang wajah datar lalu bergumam. "Anda akan tau setelah anda melihatnya" Ucapnya dengan intonasi sopan.
Mew lagi-lagi menghisap rokok itu, mencecap habis rasa manis dari tembakau yang tengah ia nikmati setiap jengkalnya. Tanpa mau menunggu lama lagi, Mew pun memasukkan disk itu ke dalam laptop. Yang memang sebelumnya laptop sudah dalam keadaan menyala.
Dengan mata elangnya. Mew menekan satu berkas di dalam disk itu, lalu membaca biografi itu dengan teliti dan seksama. Di mana pemandangan yang pertama Mew lihat adalah satu buah foto Up, layaknya seperti data biografi pada umumnya.
Keningnya mengerut dalam. Benar-benar tengah membaca data itu dengan teliti tanpa ingin ada yang terlewatkan.
"Anak tunggal dari seorang ajudan mafia terbesar di italia, Paul Hendrick lam-samsang?" Gumam Mew, mengalihkan tatapannya sejenak kepada Aj.
Lalu tatapannya kembali jatuh ke rentetan kalimat selanjutnya. Membaca dengan detail informasi dari targetnya, sekecil apapun itu.
Mew menaikkan alisnya. Sedikit terkejut.
"Dia lulusan Harvard?" Tanya Mew, lalu Aj mengangguk membenarkan.
Mew sedikit terkejut dengan informasi itu. Pasalnya Harvard adalah salah satu universitas swasta ternama di Amerika ini, kecil peluang untuk orang-orang bisa masuk di sana, karena hanya orang-orang penting atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan yang kuat saja yang bisa masuk di Harvard. Menjadi tanda tanya besar untuk seorang Mew suppasit. Tapi di detik kemudian ia menepis semua itu, karena mudah saja untuk Up masuk di sana. Karena melihat status ayahnya saja adalah ajudan besar mafia di Italia. Dan itu artinya ia dan Up satu almamater, yang membedakan di sini hanyalah, Mew adalah kakak tingkat Up.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA SHOT SEASON 2
Fanfiction(JANJI FOLLOW AKUN INI SETELAH BACA APAPUN STORY DARI AKUN INI. TAK KENAL MAKA TAK SAYANG) Bagaimana jadinya jika seseorang yang tadinya sangat membenci kata 'mafia' malah terjun di dunia sindikat kejahatan itu sendiri karena satu dendam? Dan bagaim...