S2 16.

871 157 29
                                        

Kana tak tau, harus bagaimana lagi ia mengatakan kepada Mew dengan terperinci tanpa ada nada menyinggung apalagi membuat suasana hatinya semakin meredup. Tepat saat Mew terbangun kembali dengan keadaannya yang sudah jauh lebih membaik—pun tidak dengan jiwanya yang seolah menjadi robot dan merubah kepribadiannya menjadi lebih diam dan tak berkutik.

Mendapat respon seperti itu membuat Kana urung untuk menyampaikan penyembuhan yang sempat dokter sampaikan. Mew seperti bukan dirinya, berbicara hanya seperlunya dan itu pun hanya ketika Kana bertanya—Apakah sudah lapar? Apakah ingin makan, makanan lain selain dari rumah sakit atau semacamnya. Namun Mew hanya bergumam dan menjawab singkat saja untuk bentuk responan. Membuat Kana mendesah pelan melihat itu.

Sekarang pun, ketika resmi keluar dari rumah sakit empat hari yang lalu. Mew semakin lebih diam dan cenderung selalu menghindar, entah ketika makan malam usai yang selalu mengatakan akan pergi tidur lebih awal. Atau ingin memeriksa berkas-berkas yang belum sempat terselesaikan. Padahal terlalu dini untuk langsung melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda pasca penembakan itu, dan Kana hanya membalas semua itu dengan senyuman tipis. Tanda bahwa Mew memang belum secara gamblang menerima kenyataan tersebut.

Selama beberapa hari pun yang mengurus urusan kantor adalah Alexander dan Aj. Alexander sengaja mengambil cuti di hari sekolahnya, sebenarnya Minggu kemarin adalah hari terakhir ujian kelulusannya, dan masuk sekolah pun hanya untuk memenuhi tugas sekolah yang belum rampung, dan tak masalah untuk Alex tak masuk untuk beberapa hari ke depan sebelum hari wisuda kelulusannya di selenggarakan.

Yah tepat sekali, semenjak kecil Alex sudah di jejeli dengan berbagai urusan perusahaan, terlepas dari pekerjaan kantor Kana tak mengijinkan itu. Apalagi urusan pekerjaan gelap yang di geluti Mew. Kana sama sekali tak mengijinkannya. Kana sangat keras kepada Alex, walaupun Alex memohon untuk mengikuti jejak ayahnya—Tetap saja Kana tak mengijinkan itu.

Paginya Kana sudah lebih dulu berada di dapur. Bergabung dengan beberapa maid untuk menyiapkan makanan untuk Mew. Yah sekarang sudah tepat menunjukkan jarum panjang di angka sembilan. Terlalu siang untuk di katakan sarapan memang, karena hari ini hanya akan ada Mew saja yang menempati meja makan. Karena Alexander, Natasya dan yang lain sudah pagi tadi memakan sarapannya. Untuk pertama kalinya juga Mew bangun siang, Kana sengaja membangunkannya siang. Jelas karena efek obat yang membuat Mew bangun siang dan juga kesehatannya yang membutuhkan banyak stamina lebih.

Beberapa makanan sudah tertata rapih di meja makan, bertepatan dengan itu juga Mew datang menggunakan kursi roda yang di dorong oleh salah satu bodyguard-Nya.

Kana tersenyum tipis dari arah pantry. Wajah Mew akhir-akhir ini selalu datar dan dingin, hampir tidak ada ekspresi. Yang ia perlihatkan hanya tatapan kosong, membuat dada Kana yang menatapnya teremat hebat seketika. Kana menggigit bibirnya, menahan gumpalan panas di pelupuk matanya ketika Mew sudah dengan tenang menghadap meja makan.

Dengan dada semakin menyempit, Kana menoleh kepada Miranda—salah satu maid untuk membantu melayani Mew. Kana belum siap berhadapan dengan Mew, pun dengan tatapan yang amat merobek pertahanannya.

"Apa yang anda butuhkan, tuan?" Miranda terlihat bertanya, namun hanya tatapan tak berminat yang Mew layangkan.

Miranda hanya tersenyum maklum, lalu mengambil satu lembar roti dengan beberapa selai kesukaan Mew.

"Apakah tuan menginginkan jus mangga? Atau justru susu?" lagi-lagi hanya mulut terbungkam yang di dapat Miranda.

Kana sekuat tenaga memberi senyum tipis kepada Miranda—ketika maid itu menatapnya, meminta petunjuk.

Miranda menyodorkan gelas berisi susu kehadapan Mew dengan senyuman tulusnya.

"Silakan tuan sarapan—"

MAFIA SHOT SEASON 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang