S2 12.

1K 145 3
                                        

Memang sangat benar apa yang tadi Win katakan beberapa menit yang lalu. Bahwasanya kota Los Angeles ketika malam hari terlihat sangat luar biasa, apalagi jika di lihat dari atas rooftop. Benar-benar terlihat seperti cahaya kunang-kunang yang tengah berkelipan di udara bebas.

Mata bening Kana yang tadi sempat menumpahkan rasa lelahnya, sejenak menatap gegedungan dengan perasaan yang sudah mulai membaik. Rasa emosionalnya tadi membuatnya sedikit tak terkontrol. Banyak keluhan, bahkan banyak juga ketakutan yang tanpa sadar Kana menyalahkan semua yang telah terjadi bahkan yang telah berlalu.

Seharusnya pikiran itu Kana buang jauh-jauh, bahkan seharusnya Kana tak terprovokasi dengan rasa takut itu. Karena seharusnya pun Kana lebih peka dan merasa sadar diri. Bahwasanya ia terlahir dari ruang lingkup sindikat kejahatan. Yang dimana membalas dendam dengan nyawa itu bukan lagi hal yang harus di pikiran puluhan kali bahkan ribuan kali.

Dan jangan dilupakan juga, Kana menikahi seorang bos besar mafia yang sudah mendunia. Delapan belas tahun. Bukan waktu yang sebentar apalagi waktu pernikahan seumur jagung. Pahit manisnya di dalam ruang lingkup ilegal itu sudah menjadi makanan sehari-hari untuk Kana. Harusnya. Tapi.....ahh sudahlah. Memang tak ada habisnya jika meratapi hidup yang kita tau saja sudah dituliskan dilangit paling teratas.

Dan untuk Kana? Menikah bahkan terlahir dari garis keturunan mafia bukan sesuatu yang ia inginkan dan cita-citakan. Tapi lagi-lagi Kana tak ada opsi untuk memilih, jika bisa dihindari mungkin ketika perjanjian di dalam rahim. Kana tak ingin terlahir dari garis keturunan mafia apalagi menikah dengan bos mafia. Yayaya...itu hanya buang-buang waktu untuk menyesali sesuatu yang dirinya sendiri pun sudah jatuh di lubang itu.

Tidak juga. Kana setelah menikah dengan Mew lalu menyadari jika ia pun jatuh cinta kepada Mew, tak sedikitpun ia menyesal. Tapi....terkadang pola pikir manusia itu sering tak ada ujungnya. Maka dari itu Kana menjunjung tinggi prinsip hidupnya, yah walaupun prinsip itu malah melenceng juga dari pleaning awal.

Kana menghembuskan nafasnya lelah, lalu melirik Win yang masih setia menemaninya. Sebenarnya Win tak usah repot-repot menemani Kana, karena bagaimanapun Win datang dengan Bright. Akan sangat merepotkan jika malah Bright yang menunggu di depan ruang operasi, sedangkan Kana lebih memilih berdiam diri di rooftop, sambil menyesali sesuatu yang tak ada ujungnya.

"Bagaimana denganmu Win?" Tanya Kana tiba-tiba. Sedangkan mau tak mau Win yang tengah menatap pemandangan, langsung mengalihkan perhatiannya kepada Kana.

Kerutan di dahi Win terlihat jelas, namun Kana urung untuk memperjelas pertanyaannya itu.

"Kenapa? Ada apa denganku?" Yups sudah dipastikan jika Win memang tak paham dengan maksud pertanyaan Kana.

"Iya kau. Kau menikah dengan seorang bos mafia dan terlahir dari keluarga mafia juga. Jadi adakah kau merasa menyesal terlahir lalu tumbuh di dunia ilegal ini" Tukas Kana. Seraya membaca raut wajah Win yang sejenak seperti tengah mencari jawaban yang tepat.

Terlihat Win menghela napas panjang, sepertinya pun Win mengalami prinsip hidup yang melenceng. Astaga! Jika di pikir-pikir lucu juga yah. Kana dan Win ternyata lahir dari keluarga mafia dan menikah pula dengan seorang mafia. Astaga, lelucon apalagi ini.

"Sejujurnya dulu aku pernah merasakan penyesalan itu" Pungkas Win.

Kana memicingkan matanya, tertarik dengan cerita Win. "Dulu?"

Win mengangguk membenarkan. "Yah dulu. Di saat sekolah dasar," Jeda Win. Menatap bertengger tengger gegedungan yang menjulang tinggi dengan tatapan menerawang. "Dulu aku bersekolah di salah satu sekolah negeri. Kau tau, aku tak ingin bersekolah di sekolah swasta elite yang dimana isinya murid-murid yang terkenal dengan lingkungan sosial yang hampir sama denganku. Yaitu para anak pengusaha dan penjabat yang menganut aliran nepotisme dan banyak anak-anak mafia di sana"

MAFIA SHOT SEASON 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang