Alexander mengetuk-ngetukkan pulpen mahalnya di atas meja. Menatap jenuh seisi ruangan ayahnya dengan segala rasa bosan yang melanda. Sudah satu jam yang lalu Alex merampungkan semua pekerjaannya, yang nyatanya Alex merampungkannya dengan sangat cepat dan gesit.
Bekal didikan keras sang ayah di makan lahap oleh Alex, sekali kedipan mata Alex sudah menyelesaikannya. Dan sekarang Alex tengah menyandarkan kepalanya di kursi kebesaran sang ayah yang sering di tempatinya. Pikiran Alex lantas langsung melayang ke beberapa memori yang sempat terjadi kepada sang Daddy. Penembakan itu tak lantas langsung lenyap dari ingatan seorang Alexander.
Justru ia mengingatnya dengan betul, bahkan ia diam-diam mencari tau siapa dalang di balik semua ini. Otaknya terus menelaah semua kejadian, membandingkan dengan semua jenis kemungkinan yang ada bahkan yang tak memungkinkan sekalipun.
Rentetan digit kode yang sempat memenuhi isi kepala Alexander beberapa hari yang lalu, akhirnya memenuhi titik terang. Walaupun Alexander belum yakin akan hal itu, namun hati kecilnya terus memberi jawaban atas petunjuk kecil tersebut. Alexander menduga bahwa pelaku itu memang mengincar Daddy atau mommynya, atau justru memang Daddy-Nya lah yang pelaku itu incar.
Terlihat dari kode yang tertangkap dari cuplikan cctv tempo lalu yang sudah Aj selidiki, dan dari mana jasa kurir itu pun berasal. Mk3004, jelas angka yang tertera tersebut adalah nomor kamar hotel yang Mew dan Kana tempati, dan huruf Mk adalah inisial awal Mew dan Kana. Dan itu tepat sekali, bahwa dalang utama memang mengincar Mew atau Kana awalnya.
Namun sialnya pihak kepolisian yang di ketuai oleh inspektur Aaron pun belum menemui secercah harapan apapun. Yang jelas saja membuat seorang Alexander bagaikan seonggok tanaman yang tak bisa melakukan apa-apa selain menunggu sang majikan merawatnya saja. Dan itu posisi yang mengenaskan, sedangkan hari demi hari keadaan Mew jauh di katakan dari baik-baik saja. Mew terasa jauh dari jangkauan Kana, Alex maupun Natasya. Dan itu sangat mencubit hatinya yang paling terdalam.
Kode yang tertangkap layar cctv tersebut, jelas saja sengaja sang pelaku pamerkan. Ia tengah memancing keluarga Jongcheveevat dan menganggap remeh sekaligus. Memberi beberapa kode itu, hanya alibi saja untuk menunjukkan bahwa sang pelaku lebih berkuasa dari segalanya, sekalipun yang ia bantai adalah keluarga dengan bermarga besar Jongcheveevat.
Sialan! Benar-benar sialan. Alexander terus menggeram marah, sambil memijit pelipisnya yang terasa mulai nyeri. Ia harus mencari tau siapa bedebah laknat itu. Pelaku itu harus mati, dan itu yang ingin Alexander lakukan saat sang Daddy terkapar tak bernyawa di atas brankar beberapa hari yang lalu.
Tok tok tok.
Menghela napas sejenak, Alex langsung menarik diri untuk duduk dengan posisi tegap kala ketukan pintu menggema di gendang telinganya.
"Masuk." perintah Alex dengan nada otoriter khas sang ayah.
Setelah perintah itu di ucapkan, masuk lah Aj dengan setelan rapih. Membawa beberapa berkas—yang mungkin harus di tanda tangani Alex. Selaku pengganti Mew yang tak bisa datang ke kantor karena keadaannya yang sekarang.
"Apa kau baik-baik saja, tuan muda?" tanya Aj, menatap sejenak gurat lelah dari wajah Alexander sebelum mendorong dua berkas ke hadapan Alex.
Alex memijit pangkal hidungnya yang terasa berdenyut nyeri. Entahlah, akhir-akhir ini badannya terus di forsir kesana-kemari. Hanya untuk memikirkan sang kekasih—Meta saja ia tak bisa. Karena otaknya terus di isi dengan segelintiran orang-orang yang berpotensi menjadi tersangka.
"Yah aku baik-baik saja." balas Alex, menaikkan kepalanya. Sambil menatap jenuh kepada dua berkas yang teronggok di atas meja kerjanya.
"Jika kau membutuhkan obat, atau kopi. Aku bisa menyuruh office untuk membuatnya." ujar Aj masih berusaha memberi penawaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA SHOT SEASON 2
Fiksyen Peminat(JANJI FOLLOW AKUN INI SETELAH BACA APAPUN STORY DARI AKUN INI. TAK KENAL MAKA TAK SAYANG) Bagaimana jadinya jika seseorang yang tadinya sangat membenci kata 'mafia' malah terjun di dunia sindikat kejahatan itu sendiri karena satu dendam? Dan bagaim...