Pov Kana.
Aku menghela napasku lega kala aku mulai memasuki ruangan inap dengan fasilitas yang lengkap. Mataku langsung jatuh kepada phi Mew yang masih terpejam dengan oksigen yang menghiasi hidung Bangir dan bibir tipisnya. Hatiku sedikit berdenyut kala wajah damai itu masih terpejam, tapi tak menghilangkan wajah tampan dan pucat yang menghiasi di sekitaran garis wajahnya yang meruncing.
Aku mengambil duduk di sebuah kursi yang disediakan di sana. Lalu menatapnya dengan lekat, lagi-lagi mataku kembali berkaca-kaca. Baru kali ini aku melihat phi Mew berada di titik terlemahnya. Aku sangat ingat waktu itu, ingat bahwa ia benci berlama-lama di atas ranjang pesakitan. Ia bilang ia terlihat seperti seorang pecundang yang lemah, yang hanya mengandalkan belas kasihan orang jika berlama-lama berbaring di ranjang. Ia bilang jika ia berbaring di ranjang terlalu lama ia tak akan pernah bisa menggenggam dunia.
Dan kini. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa phi Mew sekarang tengah berbaring tak berdaya, dengan segala selang dan oksigen yang menghiasi tubuhnya. Oh tuhan. Lagi-lagi dadaku terasa ditimpa berton-ton batu, dadaku menghimpit bukan main.
"Kau benar-benar hebat. Kau melewati masa menyeramkan itu" Ucapku pelan, teredam isak yang sengaja ku tahan.
Tangan kekar yang biasa menggenggam tanganku pun tak lepas dengan selang yang melilitinya. Jarum tajam itu seolah menembus sendi-sendi di tubuhnya. Kau selama ini benar-benar kuat phi, kau terlampau kuat.
Aku menghapus jejak air mataku yang menuruni pipi. Tanganku terangkat untuk menyentuh rahangnya yang terhimpit tali karet penghubung oksigen. Menyentuhnya sepelan mungkin, rasa kasar dari bulu-bulu kecilnya langsung menyapa kulitku. Tuhan dadaku benar-benar sakit bukan main. Sudah tak terhitung berapa kali malam ini aku menangis. Pun memang nyatanya keadaan phi Mew membuat aku tak mampu mengatakan sepatah katapun.
Mataku terus menatap setiap jengkal wajahnya. Seolah jika aku memalingkan wajahku barang sedetik saja ke arah lain, mungkin tubuh phi Mew akan menghilang dibawa angin.
Klik.
Aku menarik tanganku tak rela dari rahang phi Mew kala suara pintu terbuka terdengar. Menampilkan Aj, Win dan phi Bai yang menyusul dari belakang.
Terus menghapus setiap bulir yang sempat membanjiri pipiku. Oke, Kana. Tak baik jika harus terus memperlihatkan kesedihanmu kepada mereka. Lagi pula phi Mew sudah melewati masa kritisnya. Jadi berhentilah untuk membuat semua menjadi runyam.
"J," Sapaku pada Aj yang mulai melipir di sisiku. "Kau kemari." Lanjutku. Lalu di beri anggukan oleh Aj.
Lalu mataku kini beralih kepada Win dan phi Bai. Mereka masih di sini, setia menunggu phi Mew. Jam sudah menunjukkan pukul dini hari, terlihat dari jam dinding yang menunjukkan angka 12 lewat seperempat. Rupanya sudah terlalu larut.
Namun kini fokus ku terganti kala aku tak menemui Jj di sini. Apa ia tak ikut masuk? Apa ia sudah pulang? Atau justru Jj malah marah kepadaku karena aku sudah menuduhnya? Ah jika begitu aku merasa bersalah sekarang. Aku meringis mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
Aku menatap phi Bai dan Aj bergantian. "Jj kemana? Aku tak melihatnya sejak tadi" Tuturku. Sungguh saat ini aku benar-benar merasa bersalah. Entah apa yang Jj tau atau sembunyikan dariku dan yang lainnya, tapi yang jelas aku merasa bersalah padanya.
Aku menunggu jawaban dari Aj mau pun phi bai, yang di mana keduanya hanya mampu saling melempar pandangan. "Terakhir kali aku yang sempat berbicara padanya, namun setelah itu aku tak tau ia kemana" Itu suara phi Bai yang menginterupsi. Sedangkan aku hanya manggut-manggut saja.
Sekarang mataku mulai teralih kepada Win yang terlihat kelelahan. Ah yah benar. Hari sudah larut dan malam ini pasti melelahkan untuk semua orang. Bukankah harusnya semua orang beristirahat untuk memulai kegiatannya besok pagi. Aku pun tersenyum tipis kala mataku dan mata Win saling bersinggungan.
![](https://img.wattpad.com/cover/263425380-288-k588196.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA SHOT SEASON 2
Fanfiction(JANJI FOLLOW AKUN INI SETELAH BACA APAPUN STORY DARI AKUN INI. TAK KENAL MAKA TAK SAYANG) Bagaimana jadinya jika seseorang yang tadinya sangat membenci kata 'mafia' malah terjun di dunia sindikat kejahatan itu sendiri karena satu dendam? Dan bagaim...