Kana meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Tidur disofa ternyata tak senyaman tidur diranjang dengan lembutnya kain seprai. Kana merasakan sendi-sendinya mati seketika. Sejenak Kana meregangkan tubuhnya, ah benar sekali, sendinya sekarang amat sangat kram.
Kana mengucek matanya, melihat cahaya pagi yang sudah menyorot masuk ke dalam. Kana memandangi sekitar, matanya langsung terfokus kepada Mew yang masih setia terpejam. Lalu matanya berganti beralih ke tempat di mana Aj yang tertidur di sofa sebrang. Kana meringis melihat posisi tidur Aj yang terlihat tak nyaman, apakah tubuhnya tidak sakit dan pegal-pegal?
Huh. Kana menghela napasnya, kemudian langsung melipat selimut yang sempat menemani tidurnya malam tadi. Setidaknya tidur Kana terasa nyenyak walaupun tubuhnya di pagi hari malah sakit bukan main.
Selesai melipat selimut dan membenahi bantal yang Kana pakai, Kana melangkahkan kakinya untuk membuka gorden.
Srett.
Bunyi decitan gorden ditarik pun terdengar. Membuat Aj yang terlihat masih mengantuk pun memaksakan diri untuk membuka matanya, silau mentari langsung menyinari ruangan. Wajah Mew yang terlihat redup sekarang sudah tersorot cahaya matahari.
Aj menyipitkan matanya, melihat Kana yang berdiri menatap tenang hamparan rumah sakit yang sungguh sejuk nan indah di pagi hari.
"Selamat pagi, J." sapa Kana berbalik mendapati Aj yang sudah terduduk seraya menguap. Oh tampaknya Aj masih benar-benar mengantuk.
"Pagi, Kana." balasnya parau.
"Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Kana, sembari mendekat kearah Mew. Hendak membenari selimut yang sempat menyentuh lantai.
Aj menguap sejenak, menormalkan kembali nyawanya yang masih belum terkumpul. Kana yang sudah berpindah memeriksa selang infus pun terkikik.
"Badanku terasa bagai di injak kerbau. Dan itu sangat amat sakit dan pegal." Cetus Aj yang sukses membuat Kana terpingkal. "Bagaimana bisa kau memilih kamar inap kelas seperti ini, Kana. Harusnya VVIP yang kau pilih." Lanjut Aj mulai membeo.
"Aku tak ada waktu untuk memikirkan ruang inap, J. Yang aku pikirkan waktu itu benar-benar hanya phi Mew." ucap Kana seraya menatap lekat wajah Mew.
Aj hanya manggut-manggut saja, lalu meregangkan otot-ototnya kekanan dan kekiri. Sungguh tubuh Aj remuk bukan main.
"Aku akan turun kebawah, kau ingin sarapan apa?" Kata Kana, bersiap untuk beranjak ketika sudah memeriksa bahwa keadaan Mew Tidak ada yang harus di khawatirkan lagi.
Aj yang tengah menatap luar jendela langsung saja menoleh kepada Kana. "Tidak, Tidak usah. Biar aku saja yang turun ke bawah. Apa yang kau inginkan untuk sarapan? Kau tunggu saja di sini." kini Aj mulai bertanya.
Kana mengangguk samar. "Kalau begitu aku ingin satu paket breakfast saja."
"Tidak dengan kopi?" jawab Aj menawari.
Beberapa detik Kana terdiam. Namun akhirnya respon gelengan kepalalah yang Kana beri, "Tidak perlu. Aku hanya butuh air putih saja." Hmm kopi di pagi hari belum terasa cocok di lidah Kana. Walaupun Kana sudah lama tinggal di Los Angeles, Kana masih belum terbiasa dengan kebiasaan orang-orang sini yang jika pagi hari langsung menyantap kopi panas.
"Baiklah. Kau tunggu sebentar di sini." lalu Aj menghilang setelah itu.
Beberapa menit Kana hanya mampu memandangi gurat wajah Mew. Huh! Menunggu besok untuk Mew sadar itu bagaikan menunggu Mew untuk sadar di seribu tahun lagi. Amat sangat panjang penantian itu, dan Kana ingin cepat sekali melihat sorot mata tegas nan membidik itu secepatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA SHOT SEASON 2
Fiksi Penggemar(JANJI FOLLOW AKUN INI SETELAH BACA APAPUN STORY DARI AKUN INI. TAK KENAL MAKA TAK SAYANG) Bagaimana jadinya jika seseorang yang tadinya sangat membenci kata 'mafia' malah terjun di dunia sindikat kejahatan itu sendiri karena satu dendam? Dan bagaim...