Sudah satu jam lebih Mew menatap wajah terlelap Kana dalam diam. Fajar sudah menyingsing dengan gagahnya. Namun Mew tak sedikitpun mengalihkan tatapannya, terus menyisir rambut Kana yang berjatuhan dengan sangat elegannya.
Hatinya mulai berbisik. Ada apa gerangan dengan dirinya ketika beberapa hari yang lalu. Mendiami Kana bak kulkas yang tak memiliki pintu, tak tersentuh dan membuat Kana terus menerus bersedih. Bukankah jika Mew melakukan hal tersebut—ia justru adalah pria yang benar-benar tak berguna, bukan lagi dengan kakinya yang tak bisa di gunakan. Tapi dengan kebrengsekkan dirinya yang sesungguhnya sudah melukai hati lembut prianya.
Sungguh sikap pria yang tak ksatria. Apakah sikap mafia Mew langsung surut dengan adanya hal sialan ini? Harusnya Mew lebih gigih lagi untuk sembuh, bukannya menjadi pria bajingan yang gemar membuat pujaannya menangis.
Mata Mew melirik sekilas ke atas nakas. Menatap beberapa saat map hijau yang tergeletak tak tersentuh dari yang terakhir kalinya. Mew berpikir beberapa saat, hatinya seolah bergulat hebat dengan otaknya. Meraihnya lalu membacanya kembali? Atau sama sekali tidak membukanya lalu melanjutkan acara menatap wajah pria manisnya lagi.
Namun Mew memilih untuk menatap wajah Kana, tetapi hanya sekejap—lainnya Mew langsung meraih map itu. Lalu membukanya dalam diam.
Bibir tipis itu menghembuskan napasnya, sekali lagi menatap wajah Kana yang masih terpejam dengan lelapnya.
"Apakah aku akan sembuh dengan cara ini?" monolog Mew, berharap juga jika ia akan kembali sembuh.
Tangan Mew memegang sebuah pulpen yang siap untuk di bubuhkan di atas kertas, sembari otaknya mengkilas balik masa-masa kejayaannya yang dimana ia masih dengan primanya menunjukkan giginya dikancah dunia. Walaupun disaat umurnya kini dirinya sudah ditumbuhi rambut putih, yang menandakan jika umur Mew sudah tidak lagi muda. Namun untuk tampil mempesona di depan umum—Mew masihlah orang yang sama di usia mudanya.
Mew tersenyum getir ketika mengingat keadaannya sekarang. Lalu apakah Mew masih bisa tampil mempesona di depan umum dengan keadaan kaki yang seperti ini? Tidak ada sejarahnya seorang mafia yang tertulis di dalam sejarah yang mampu menggenggam dunia—malah justru duduk di kursi roda dengan kaki yang tak bisa digerakkan. Kecuali jika Mew sudah tua jompo yang mengharuskan memakai kursi roda. Tapi di umur yang baru menginjak kepala empat—Mew hanya akan pastikan, ia akan di hadiahi tawa ejekan dan mencemooh saja. Dan itu adalah hal yang paling Mew benci di belahan dunia manapun ia berada. Merasa tak berguna, dan tak berdaya dimata orang-orang rendahan seperti mereka.
Mata Mew kembali fokus kedalam kertas itu. Menarik napasnya lagi dan lagi untuk kesekian kalinya. Menanyakan pada dirinya sendiri—apakah terapis ini akan berhasil? Apakah Mew bisa memiliki harapan lebih baik lagi jika ia menandatangani kertas ini?
Atau malah ada sesuatu yang lebih jika pena ini tercoreng di atasnya? Ah menganalisa hasil tersebut rasanya sudah membuat Mew sedikit memiliki harapan. Tapi bagaimanapun Mew tak harus terlalu berharap atas sekali percobaan, karena bagaimanapun apa yang Kana ucapkan sebelumnya itu benar akan adanya, dan berhasil menampar dirinya yang sangat egois ini. Semua di dunia ini tidak ada yang instan. Semuanya harus dicoba dengan bertahap. Sama halnya dengan terapis kali ini. Mew harusnya sedikit lebih sabar, dan memiliki kekuatan hati yang harus menerima segala sesuatu dengan ikhlas.Jika gagal di percobaan pertama—ia harus mencobanya di percobaan kedua, ketiga dan seterusnya. Mew harus gigih, Mew harus kembali kepada Mew yang dulu. Yah Mew yang dulu, Mew yang masih Kana kenal. Bukan Mew yang sekarang tak Kana kenali.
Lama berdiam dan bergulat dengan dirinya sendiri—Mew langsung membubuhkan pena tersebut di atas kertas dengan penuh keyakinan dan kemantapan. Setidaknya Mew harus mencoba, ia memiliki tuhan untuk membantunya kembali sembuh. Walaupun selama hidup Mew—Mew seperti tak mengenal tuhan, di dalam dirinya seperti tak mempunyai tuhan. Didalam hidupnya hanya tau membunuh dan membunuh. Tetapi kali ini Mew percaya bahwa kesembuhannya kini akan ada campur tangan yang maha kuasa. Yah semoga saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA SHOT SEASON 2
Fanfiction(JANJI FOLLOW AKUN INI SETELAH BACA APAPUN STORY DARI AKUN INI. TAK KENAL MAKA TAK SAYANG) Bagaimana jadinya jika seseorang yang tadinya sangat membenci kata 'mafia' malah terjun di dunia sindikat kejahatan itu sendiri karena satu dendam? Dan bagaim...