4. Dalam Sekejap Mata

635 69 11
                                    

"Itu...."

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Chayoung mendesak Juhyeong untuk memberinya penjelasan.

Laki-laki itu nampak berpikir keras. Haruskah ia katakan yang sejujurnya sekarang? Bagaimana reaksi gadis itu jika mengetahui fakta yang sesungguhnya? Sungguh ia dilema memilih satu keputusan yang tepat.

"Juhyeong-ah, jelaskan padaku!" Ia menatap lurus ke mata sosok di hadapannya. Tatapannya mengandung begitu banyak arti. Penasaran, harapan, dan kesedihan. Ada seberkas ketakutan di sana. Ya, laki-laki itu juga merasakan hal yang sama.

"Dua minggu yang lalu Kau mengalami kecelakaan naas. Mobil yang Kau kendarai menabrak sebuah truk di jalan tol dekat bandara. Kepalamu terbentur hebat dan Kau mengalami amnesia. Dokter bilang Kau akan kehilangan ingatanmu untuk beberapa saat. Maka dari itu Kau harus rajin meminum obatmu agar Kau segera mendapatkannya kembali." Juhyeong menjelaskan dengan penuh hati-hati.

Chayoung kembali memegangi kepalanya. Samar-samar ia mendapatkan ingatannya kembali, meskipun hanya sedikit demi sedikit.

Adegan itu kembali muncul. Bagaimana mobilnya tak mampu menghindar ketika sebuah truk hilang kendali dan menyeruduknya dari arah samping. Ia melihat mobilnya ringsek, pecahan kaca bercecer di mana-mana. Tangannya dipenuhi darah yang menetes dari kepalanya. Sejurus dengan itu ia tak sadarkan diri.

Ia kembali mengingat bagaimana ia terbaring di sebuah brankar. Ia seolah berjalan mundur sembari menatap langit-langit rumah sakit yang dipenuhi lampu berjalan. Tidak, itu karena Chayoung yang ditarik bergerak. Ia tak sadarkan diri lagi ketika seseorang menyuntikkan sesuatu dalam tubuhnya. Sepertinya itu dokter yang akan melakukan operasi pada cederanya.

"Lalu, lalu bagaimana kita bisa menikah? Aku sudah memiliki kekasih bukan?" desak Chayoung.

Juhyeong kembali menahan napasnya. "Bagaimana aku menjelaskannya?" tanyanya dalam hati.

"Orang tua kita akrab. Mereka adalah sahabat sejak sekolah. Ayahmu mempercayakanmu padaku. Dan kita menikah." Ia benar-benar menjelaskannya secara singkat dan hati-hati. Khawatir jika menjelaskan terlalu rinci bisa membuat Chayoung mengetahui kenyataan pahit lainnya.

"Begitu saja? Apa mereka tidak tahu bahwa aku sudah punya kekasih? Bagaimana bisa mereka menikahkanku saat aku hilang ingatan?"

"Apa Kau mencintainya?"

"Apa maksudmu? Dia kekasihku, tentu saja aku mencintainya."

"Benarkah? Saat ini Kau merasakannya?" Juhyeong menatapnya dalam.

Benar. Apakah gadis itu masih memiliki perasaan yang sama? Mengapa terasa hambar sekali ketika dia bertemu dengan Daewoon tadi? Dia tak bergetar. Sudah hilang rasa.

"A-apa? Aku sedang hilang ingatan. Tentu saja aku tak ingat apa-apa. Aku tak merasakan apa-apa. Dan itu wajar." Chayoung seolah membuat pembelaan untuk dirinya.

Itu juga benar. Orang yang sakit wajar jika tidak berada di kondisi yang sama seperti sebelumnya, kan? Ah, perasaan juga termasuk.

"Bagaimana ini? Apakah aku berselingkuh darinya? Aku mengkhianatinya? Aku harus bilang apa padanya?" Chayoung mulai menangis dalam monolognya.

"Aku akan menjelaskan padanya secara langsung." Juhyeong menjawab dengan tegas.

"Tidak. Tidak mungkin. Itu tidak masuk akal. Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan orang yang aku benci?" Chayoung mulai meracau dalam tangisannya. "Ini tidak adil. Kenapa Appa malah menikahkanku denganmu dan bukan dengan Daewoon? Aku harus menemui Appa. Aku harus meminta penjelasan."

"Tenanglah, Chayoung-ah," ujar Juhyeong berusaha meraih tubuh Chayoung.

"Arrghhh..." Perempuan itu kembali merasakan sakit kepala yang luar biasa. Ia benar-benar mengerang kesakitan hingga membuatnya seolah mengacak-acak rambutnya.

MBA: MARRIED BY ACCIDENT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang