California malam semakin menunjukkan pesonanya. Palo Alto, kota di mana Stanford berada, bukanlah kota yang gemerlap seperti New York. Palo Alto lebih dikenal dengan kesan percampuran antara kecerdasan, inovasi, budaya dan keindahan alaminya. Meski begitu, tiada sunyi tiada sepi, manusia seolah bergantian beraktivitas di kala pagi dan malam hari.
Juhyeong dan Chayoung menyeberangi sebuah jalan menuju apartemen mereka. Waktu sudah menunjuk pukul sebelas malam saat mereka tiba. Artinya jam tidur Chayoung sudah terlewat. Mereka sedikit mengabaikannya, karena memang masih ada rindu yang harus dituntaskan.
Baru saja menginjakkan kaki di dalam unit, Juhyeong sudah menyerang Chayoung dengan ciuman yang tiba-tiba. Bibirnya menyesap lembut tapi menuntut. Posesif seolah ia akan kehilangan istrinya yang padahal ia tak kemana-mana.
Satu tangannya ia letakkan di tengkuk istrinya agar ciuman itu semakin dalam. Sang tercinta tak menolak. Ia juga sangat merindukan sentuhan suaminya. Ia membalas setiap lumatan semampu dan sekuat yang ia bisa.
"Chayoung-ah?" Pertanyaan itu dijawab dengan sebuah anggukan.
Satu persatu pakaian yang mereka kenakan berserakan di sembarang tempat. Juhyeong membaringkan tubuh istrinya di atas ranjang secara perlahan, lalu kembali menciumi sekujur tubuh itu dengan penuh cinta.
"Aaaakkkkkhhhhh..."
Keduanya terpekik saat penyatuan itu terjadi. Kehangatan dan kelembutan yang selama ini mereka dambakan akhirnya bisa kembali dirasakan. Untuk beberapa saat mereka hanya diam, mengkhayati setiap rasa dan denyutan di bawah sana.
Juhyeong kembali memimpin percumbuan dua belah bibir yang memabukkan. Membisikkan kalimat-kalimat yang memuja.
Aku mencintaimu
Aku kehilangan setengah jiwaku saat tak ada Kau di sisiku
Aku bisa gila karena merindukanmu
Kau adalah hidup dan matiku
Percintaan mereka malam ini bukan hanya sekadar seks, tapi lebih murni dari itu. Penyatuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan satu sama lain. Pengungkapan perasaan yang selama ini mereka miliki. Pelan, lembut, intim. Pada akhirnya mereka berhasil mencapai puncak bersama.
Chayoung membuka matanya setelah euforianya berakhir. Ditatapnya Juhyeong yang kini telah bergulir di samping kirinya. Menangis. Laki-laki itu tengah menitikkan air mata.
"Jagiya, ada apa?"
Juhyeong tak kunjung menjawab. Chayoung segera menangkup wajah sendu suaminya dengan kedua tangannya. Ia mengarahkan wajah tampan tersebut untuk menatap matanya.
"Sayang, apa yang terjadi?"
"Aku sangat merindukanmu. Aku takut kehilanganmu."
"Kenapa suamiku mudah sekali menangis akhir-akhir ini?" Benar. Itu bukan tangisan karena luka, tetapi kelembutan hati yang entah mengapa belakangan ini semakin terbuka.
"Aku yang hamil tapi kenapa Kau yang clingy dan manja?" di saat-saat seperti ini Chayoung masih saja menggoda suaminya. Ya, memang begitulah seorang Hong Chayoung.
Juhyeong tidak menjawab, ia justru semakin mengeratkan pelukannya di tubuh istrinya.
"Aigo, Kau memang bayi besarku." Tangannya menepuk-nepuk pelan di punggung lelakinya, menenangkan.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku sudah di sini, di sisimu." Lelaki itu masih tak menjawab. Ia hanya menikmati perlakuan manis istrinya. Seperti seorang bayi yang dihujani kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MBA: MARRIED BY ACCIDENT [END]
Fanfic"Aaaahhhh!" Chayoung berteriak sekeluarnya ia dari kamar mandi. Gadis itu terkejut mendapati seorang laki-laki yang bertelanjang dada berada di dalam kamar pribadinya. "Apa yang Kau lakukan di kamarku? Kenapa Kau tidak memakai baju?" ujar Chayoung...