Park Juhyeong kini tengah duduk di tengah-tengah sofa apartemen mereka. Ia sudah mendengar omelan istrinya sejak lima menit lalu. Wanita itu berjalan bolak balik di depan suaminya, melipat tangannya di depan dada, tentu saja sembari menyampaikan khotbahnya yang berharga.
"Ani, bagaimana bisa Kau meletakkan Yohan di box-nya dan membiarkan dia tidur tengkurap seperti itu? Usianya belum cukup untuk mulai tengkurap! Belum lagi Kau meninggalkan ruangan dengan mainan Yohan yang berantakan seperti ini? Auhhh, Kau membuatku takut dan pusing bersamaan!"
Dua insan itu meninggalkan bayi mereka di atas box-nya, beserta mainan-mainan yang aman di usianya. Di lain sisi, sang pelaku yang menjadi objek kemarahan Chayoung malah menyunggingkan senyumnya lebar menatap perempuan itu bersunggut-sunggut dengan kalimat omelannya.
Jika diingat-ingat, dalam hampir dua tahun pernikahan mereka, Chayoung lah yang lebih sering mengomel ketimbang Juhyeong. Wajar? Sepertinya begitu. Toh laki-laki itu juga tak keberatan mendapati suara nyaring istrinya. Baginya, hal tersebut sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Keniscayaan yang tak bisa dielakkan.
"Kenapa Kau tersenyum?" Selidik Chayoung. Ia sangat kesal melihat Juhyeong yang alih-alih menyesali perbuatannya malah nampak sumringah.
"Tidak apa. Aku hanya senang menatap wajah cantikmu."
"Juhyeong-ah, bisakah Kau berhenti memunculkan sisi playboy mu di saat seperti ini?" Chayoung sampai memegangi keningnya.
"Aku tak pernah menjadi playboy, Nyonya Park." Balasnya penuh penekanan. Kini ia beranjak mendekati tempat di mana Chayoung berdiri. Dilingkarkannya kedua lengan berototnya itu di pinggang sang istri, menariknya lekat pada tubuhnya.
"Mianhe, maafkan aku yang teledor." Ia menatap lembut mata Chayoung, menyampaikan permintaan maafnya sungguh-sungguh. "Yohan akan baik-baik saja. Itu memang bagian dari perkembangannya. Jangan terlalu mengkhawatirkannya. Dia bayi yang pintar dan kuat."
Juhyeong tahu betul bahwa istrinya kini sedang over-protective pada bayi mereka. Posisi tengkurap Yohan yang nampak tidak nyaman di usianya yang belum cukup memang sukses membuat Chayoung khawatir. Tapi mau tidak mau itu adalah bagian dari proses. Yang perlu mereka lakukan adalah tetap mendampingi dan menjaga bayi mereka agar tidak cedera dengan eksplorasi pergerakan yang sedang Yohan coba.
"Aku hanya takut dia celaka," ucapnya lemah.
"Kita akan menjaganya bersama-sama." Dibelainya lembut pipi berisi istrinya, memberikan kenyamanan dan keamanan yang dia butuhkan.
"Hmm..." Dua tubuh itupun saling memeluk, menyalurkan perasaan satu sama lain. Tanggung jawab sebagai orang tua yang berjanji untuk dibagi berdua, dikerjakan bersama-sama, dalam mahligai keluarga yang penuh cinta.
"Kau tetap harus merapikan mainan-mainan Yohan," bisik Chayoung di bahu suaminya.
*****
4 Juli 2022
Hari besar bagi rakyat Amerika tiba. Segala penjuru dihiasi dengan pernak pernik khas perayaan. Warna merah, putih dan biru mendominasi panca indera, menunjukkan kebanggaan atas tanah yang mereka perjuangkan dengan darah dan air mata.
Bendera kebesaran Amerika dikibarkan tinggi-tinggi di tiap gedung perkantoran dan pemerintahan. Helainya ditiup angin melambai-lambai, anggun nan gagah bersamaan.
Orang-orang bersuka cita menyambut The Fourth of July. Bagaimana tidak? Hari ini didekasikan menjadi hari libur nasional. Orang-orang merdeka dari segala belenggu kewajiban kerja, kuliah, ataupun sekolah. Segala fokus tercurahkan pada perayaan yang gegap gempita dari pagi hingga malam menyapa.
![](https://img.wattpad.com/cover/281491408-288-k983401.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MBA: MARRIED BY ACCIDENT [END]
Fiksi Penggemar"Aaaahhhh!" Chayoung berteriak sekeluarnya ia dari kamar mandi. Gadis itu terkejut mendapati seorang laki-laki yang bertelanjang dada berada di dalam kamar pribadinya. "Apa yang Kau lakukan di kamarku? Kenapa Kau tidak memakai baju?" ujar Chayoung...