Malam ini kepulang Jovian tidak disambut oleh para majikan seperti biasanya. Yang ada malah justru kegelapan. Well, rumahnya jarang sekali gelap mengingat para majikan tidak menyukainya.
Dengan keadaan sedikit mabuk, Jovian mengecek singgasana majikan yang ternyata kosong. Hanya tersisa si kucing tua Bongbong yang sudah pergi ke alam mimpi. Mau tidak mau Jovian harus mencari kucing-kucingnya sebelum mereka banyak tingkah.
Ia mememukan keduanya, duduk di atas meja berdampingan dengan sebotol alkohol beserta sloki. Jovian mendekat, menggendong para majikannya agar lekas kembali ke tempat, tak lupa melirik pada Selina yang wajahnya sudah memerah.
"Jo," panggilnya bergumam seraya menepuk kursi di sampingnya. Jovian menurut, tapi setelah ia menaruh anabul-anabul tersebut ke kandang.
Jovian dijamu olehnya, sebuah sloki berisi penuh alkohol tersodor di hadapannya.
"Minum." titah cewek itu pelan. Ia tak menolak dan langsung meminumnya.
Dua orang yang patah hati karena satu orang. Sudah tidak ada alasan bagi Selina untuk membenci cowok di sampingnya ini.
"James bahkan lebih mentingin ketemu lo ya ketimbang gue?" kata Selina pelan menatap cairan dalam slokinya yang terisisa setengah sebelum akhirnya menandaskan.
"Lo tau?" tanya Jovian basa-basi. Tentu dia tahu Selina mengekorinya dan bersembunyi untuk menguping.
Selina mengambil ponselnya dan memberikannya pada Jovian. Sebuah ruang chat berisi beberapa pesan suara. Meskipun sakit hati, segala tentang James tentu masih menarik perhatiannya.
"Sayang, aku cuman mau bilang makasih ya karna udah nerima aku apa adanya. Aku tau banyak sifat aku yang gak kamu suka tapi kamu tetep sayang sama aku dan mau jadi pacar aku. Dulu aku harap kamu mungkin bakal cerai sama Jovian, tapi keliatannya Jovian lebih mampu dan bisa jagain kamu daripada aku. Bulan kemarin orangtua aku udah pilihin aku perempuan lain yang dalam waktu deket ini bakal aku nikahi. Mungkin ini saatnya aku move on, dan temuin takdir aku sendiri. Maaf ya kita harus pisah dengan cara kayak gini. Sekali lagi maaf ya."
Jovian bergeming, sejujurnya ia sedikit tak menyangka bahwa James sudah memberi tahu Selina. Pantas saja ini cewek kayak orang stress.
"Kita mungkin saling cinta, tapi kita beda prinsip, beda cara pandang hidup. Gak bisa gue ikut prinsipnya dia yang pengen punya istri di rumah. Gue orangnya suka di rumah, tapi buat hari libur aja. Gak yang tiap hari, stress gue yang ada."
James adalah definisi cowok dengan—bahasa sekarangnya—budaya patriarki. Alasannya cukup klise, karena saat kecil ia merasa kurang dengan kehadiran atau kasih sayang orangtuanya, maka dari itu ia 'berpikir' dan 'merasa' anaknya di masa depan nanti jangan sampai sepertinya yang kekurangan kasih sayang, sehingga istri yang ia idamkan pun adalah seorang wanita ibu rumah tangga, penyayang dan keibuan. James menganggap dirinya seperti itu agar istrinya kelak tidak kelelahan, seolah seperti Ratu yang selalu disinggasananya.
Beruntung sekali memang menjadi jodoh James Hardinata.
Tapi, itu terdengar dikurung di sangkar emas bagi Selina.
Sedangkan Selina? Dia tidak bisa hanya diam seperti itu, dia lebih memilih untuk memiliki uang sendiri hasil dari pekerjaan yang ia sukai. Karena pada dasarnya ia tidak suka untuk terlalu bergantung pada seseorang, karena dari pengalamanya yang bisa ia andalkan adalah hanya dirinya sendiri. Jenis prinsip yang pernah dikemukakan oleh Nana Padmo (2021) "kalau tidak bisa diajak mengasah pedang bersama, maka janganlah penumpulkan pedangku."
Prinsip James hardinata sangat bertentangan dengan Selina yang merasa tak aman bila tanpa katana-nya—pedang tajam.
Dan itu alasan dia menerima pernikahannya, karena Jovian soedjono tidak akan melarangnya melakukan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me vs. Mr. Hubby
Fanfiction"pokoknya gue gak boleh kalah dari Jovian!" bahasa, semibaku. ⚠️🔞