1 3 .

968 141 21
                                    

Atmosfir ruang makan yang terasa begitu suram seakan mencuri kelezatan makanan-makanan yang terhidang di hadapannya siap disantap. Makanannya enak, namun Jovian tidak selera. Bahkan dibanding dengan suasana makan malam di rumahnya yang menurut Jovian menegangkan, setidaknya jauh lebih hangat ketimbang di sini.

Matanya mengedar mencuri-curi perhatian pada mami atau mama mertuanya yang tampak tenang memakan makanannya, wanita itu tidak banyak omong dan cenderung diam, seperti adik iparnya yang tak hentinya melemparkan tatapan tak suka pada istrinya. Satu-satunya yang bisa Jovian ajak bercengkrama hanyalah papi yang melemparkan senyum di setiap suapannya. Dan tentu saja Selina yang juga berusaha terlihat seperti istri idaman.

"Kalian kapan bulan madu?"

Ajaib! Percaya atau tidak, itu adalah suara Mami yang kini membuka topik baru terlebih dahulu. Ia tersenyum kemudian memberikan sebuah brosur ke hadapan Jovian yang hanya bisa tersenyum kecil.

Bukan liburan ke Eropa, Maldives, Bali, ataupun ke Raja Ampat. Tapi sebuah liburan dengan kapal pesiar. Jovian dan Selina sama-sama membacanya seksama. Mami memiliki selera yang bagus. Dalam artian, liburan seperti ini cocok sekali untuk Jovian yang malas berurusan dengan banyak bidikan hengpon jadul. Ya, walau bagaimana pun, Jovian ingin liburannya tenang tanpa ada yang mengganggu.

"Mami belum bisa ngasih apa-apa, maaf ya, Mami cuman bisa kasih ini."

"Kalo mau kalian tinggal berangkat aja, semuanya sudah disiapkan oleh kami. Siapa tau pulang-pulang bawa cucu." sambung Papi kemudian tertawa pelan.

Selina menatap wanita itu intens kemudian tersenyum cerah. Tanpa segan ia mengambil kertas-kertas tersebut lalu kemudian memasukannya ke dalam tas.

"Terima kasih banyak ya, Mi, Pi. Hadiahnya lebih dari cukup. Tapi, buat jadwalnya boleh dirundingin dulu?"

"Boleh dong. Terserah kalian bisa kapan." Senyum Selina kian cerah. Dan Jovian yang sedaritadi pandangannya tak lepas dari istrinya itu sempat melihat Selina menatap Monica yang mood-nya kian hancur.

"Doain ya semoga kita bisa cepet dapet baby."

"Iya, Papi berdoa setiap hari semoga kalian segera dapet momongan. Ya gimana, Kakak kamu gak bisa diarepin, istrinya keguguran terus."

Mata Jovian beralih lagi pada mami yang raut wajahnya berubah kurang mengenakan.

"Tapi, gak perlu buru-buru. Karirmu juga penting."

Ini kedua kalinya Jovian makan malam di kediaman keluarga Selina, tapi ini pertama kalinya melihat Mami banyak bicara dari biasanya. Bahkan di hari pernikahannya mami tampak murung dan menyendiri.

"Kalau Tuhan mengijinkan pasti kita bakal dikasih. Ya gak, Mas?"

Orang yang paling random yang pernah Jovian temui selama hidupnya adalah James Hardinata. Menurutnya tingkah James memang sulit ditebak, bahkan mood-nya cenderung berubah-berubah tak menentu. Jovian kira James satu-satunya yang seperti itu, namun setelah ia telaah lebih lanjut ternyata ada yang lebih random dan cenderung impulsif ketimbang James. Pertama adalah nenek dan yang kedua adalah Yovenya Selina Sanjaya.

Jovian yang terkenal kalem, cool dan pandai mengendalikan situasi tiba-tiba kikuk ketika Selina terlihat memberi perhatian berlebihan padanya. Lebih dari yang Selina lakukan di depan keluarganya.

Selesai makan malam dan berbincang mengenai beberapa hal, Selina menggandeng Jovian menuju kamarnya yang terletak di lantai dua persis di sebelah kamar Monica. Mereka menaiki anak-anak tangga dan disambut oleh Monica yang memandanginya dengan pandangan mengejek.

Selina tersenyum membalas tatapan tersebut. Tubuhnya menghadap Jovian yang sekarang lagi-lagi dibuat bingung, apalagi saat Selina mengecup bibirnya pelan dan berkata, "Mas masuk dulu aja, aku mau ngobrol sebentar sama adekku tersayang ini."

Me vs. Mr. HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang