Sejak di bangku SMP, Selina merasa bahwa menikah itu bukan prioritasnya. Sedari dulu ia mencap bahwa menikah menjadi hal yang amat merepotkan. Belum lagi kalau harus hamil dan melahirkan, Selina harus merelakan tubuhnya membengkak seperti kuda nil, jangan lupa strach mark yang memerlukan banyak hal untuk menghilangakannya. Tidak, itu mengerikan.
Selain itu, sebagai wanita yang realistis, tentu saja Selina lebih suka uang ketimbang pria.
Wajar, bahkan dalam suatu kitab sudah dijelaskan bahwa pria nanti akan diberi kenikmatan berupa bidadari di surga, lain halnya dengan wanita yang diberikan sebuah rumah megah yang terbuat dari logam ataupun batu mulia. See? Bahkan Tuhan pun tahu kalau hal itu selayaknya naluri.
Kalau Selina boleh sarkas, ia amat bersyukur terlahir sebagai perempuan, terlebih dari keluarga yang sangat berkecukupan sehingga ia tidak perlu susah payah menurunkan harga dirinya pada lelaki kaya raya demi gaya hidupnya. Ayolah, jangan menutup mata! Nyaris semua yang ada di dunia ini membutuhkan uang. Mungkin saat Leonardo James berniat putus, Selina tidak akan segalau itu. Bagaimanapun menurutnya dirinya lebih berharga melebihi apapun.
"Selamat ya, semoga bahagia selalu."
Kau tahu, Selina selalu memasang raut bahagia dan menguarkan senyum manisnya bila mendengar kabar bahagia tersebut.
Kalian pikir dia benar-benar bahagia?
Tentu saja!
Tapi mungkin kalian akan geleng-geleng mengetahui prespektif 'bahagia' menurut sudut pandangnya yang tersimpan di lubuk hatinya paling dalam. Ia bahagia karena merasa memiliki privilege sehingga fase tersebutㅡmenikahㅡtidak datang dalam waktu yang cepat. Selina punya sejuta mimpi yangㅡmudah ia raihㅡ dan itu lebih penting ketimbang menikah.
"Mereka yang menikah kan kebanyakan tidak memiliki mimpi lain, atau kerjaan selain menikah." Begitu pikirnya setelah menelaah disetiap kondangan ke pernikahan beberapa temannya.
"Kebahagiaan orang beda-beda kali." Memutar bola matanya kesal, Selina menanggapi ucapan sahabatnya demikian.
"Ya emang, lo pikir gue ga bahagia liat mereka nikah?"
"Tapi, pandangan lo tuh beda." sungut Ennik ga habis pikir sama jalan pikiran Selina.
"Lah, bukannya tadi lo bilang kebahagiaan orang beda-beda? Kok lo jadi ngatur?"
Well, sepertinya Selina tidak bisa berdebat masalah seperti itu lagi sekarang. For your information, Selina lebih sering menghadiri undangan pernikahan bersama Ennik kalau yang mengundang kerabat Ennik dan Selina. Biasalah, Ennik kan berstatus jomblo.
Hari ini Selina bertandang ke acara pernikahan untuk kesekian kalinya. Namun, kali ini dengan pria yang ia peluk sebelah lengannya.
"Cucu nenek."
Untuk yang satu ini Selina benar-benar bahagia. Senyumnya cerah memandang wanita tua yang masih saja cantik.
Si Pria dengan setelan formal tersebut berdecih memandang istrinya yang merenggut atensi neneknya layaknya Spongebob yang melihat Patrick merebut kasih sayang neneknya dan biskuit kesukaannya.
Kemudian nenek mempersilahkan kedua cucunya untuk menyalami cucu yang lainnya, iya acara yang mereka hadiri merupakan pernikahan sepupunya Jovian.
"Woi!" Selina mengerjap matanya begitu melihat perempuan yang awalnya begitu anggun itu berubah saat pandangannya bertemu dengan Jovian.
"Akhirnya lo laku juga." Jovian memeluknya beberapa saat kemudian tatapan mengejek ia lemparkan kepada mempelai wanita. Kalau tidak salah sih, Elisa namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me vs. Mr. Hubby
Fanfiction"pokoknya gue gak boleh kalah dari Jovian!" bahasa, semibaku. ⚠️🔞