Gemericik suara air hangat yang telah melawati heater water mengalir melalui shower itu berhenti ketika Jovian memutar tuasnya. Tubuhnya kini di hadapkan dengan cermin menatap pantulan dirinya. Matanya menyipit memusatkan penglihatannya pada lehernya yang terdapat bercak merah.
"Ck!"
Decakan sebal menguar ke seluruh penjuru kamar mandi, diambilnya sebuah plaster dari dalam laci di balik cermin tersebut. Menutupi bekas gigitan mencolokㅡ
Sudahlah, Jovian tidak ingin ingat kejadian semalam.
Iya sih, katanya tidak ingin.
Nyatanya semuanya masih terasa dan hangat diingatannya. Berbagai umpatan dalam benaknya tampaknya telah terabsen seluruhannya dan sudah diungkapkan tanpa terkecuali, tetapi runtukan paling banyak ia sebutkan sih sejauh ini sederet kalimat, Jovian lo udah gila.
Jovian menatap bathrobe dan selembar handuk yang tergantung di dekat wastafel. Biasanya ia akan menarik sebuah selembar handuk itu, tapi kali ini Jovian justru beralih pada bathrobe berwarna abu untuk membungkus tubuhnya yang setengah basah sebelum keluar.
Netranya yang tidak bisa diajak kerjasama menatap gundukan selimut tebal yang masih seperti sebelumnya. Kemudian matanya beralih pada nakas sebelah ranjang, ponsel berwarna putih itu bergetar hebat di atasnya, tak lama dering lagu terdengar. Untungnya pemilik ponsel tersebut tidak membutuhkan banyak waktu untuk terganggu hingga membuatnya mau tidak mu terjaga demi menghentikan suara bising tersebut.
Sebelah alis Jovian terangkat, saat wanita itu menatapnya tajam. Tanpa mempedulikannya ia melenggang menuju lemari.
Dennis is calling....
Segera dia mengangkat telepon teman dekat yang berlakon menjadi manajernya itu.
"Cepet cek e-mail. Tut!"
Selina berdesis menatap ponselnya lalu menaruhnya kembali di tempat semula, kali ini sambil terhubung oleh charger.
Dengan santainya Jovian mengganti pakaiannya di kamar, di depan wanita yang masih menatap kesal kepadanya. Jovian tidak tertarik pada alasan sikap Selina seperti itu, karena menurutnya itu bukan hal aneh yang memang harus ia abaikan.
Jovian memasang dasinya di depan cermin masih dengan rambut yang berantakan sehabis ia keringkan, sesekali menatap pantulan wajah Selina yang masih dengan tempat dan ekspresi yang sama.
"Mandi. Jangan buat gue telat ke kantor." kata Jovian tenang lalu menata rambutnya yang sudah dilapisi pomade.
"Gue bisa pulang sendiri."
"Lo mau urusan sama Mama lebih lama?"
Memang pada dasarnya Selina sangat disayang oleh nenek dan kakeknya Jovian, tapi untuk Mama Vanny.... Mama mertua tetaplah Mama Mertua.
Akhirnya Selina memilih nurut. Dengan gerakan perlahan ia mendekat kepada kamar mandi.
"Anjing lo, Jovian!"
____
Katanya perempuan cerewet itu lumrah. Maka dari itu dinamai Hawa, tidak seperti Adam yang pengucapan silabel terakhirnya seperti bibir yang mengatupㅡmenutup mulutnya atau diam. Tidak Nenek, tidak Maminya, tidak Selina. Mereka semua banyak bicara.
Memuakan.
Pagi ini suasana begitu hening. Deru mesin dan lagu Stay With Me - Miki Matsubara yang telah berganti Junko Ohashi yang berjudul Telephone Number. Selera Jovian memang aneh.
Eits, bukan itu masalahnya.
Jovian baru sadar, hanya dengan volume kecil saja lagu yang sering menemani perjalanannya terdengar keras. Itu artinya Selina sedari tadi membisu. Ucapan yang terakhir ia dengar adalah umpatan sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me vs. Mr. Hubby
Fanfictie"pokoknya gue gak boleh kalah dari Jovian!" bahasa, semibaku. ⚠️🔞