Lembar Keenam Belas

120 64 356
                                    

ASSALAMUALAIKUM
VOTE DULU SEBELUM BACA BABE
Masa iya tangan kosong mampir ke rumah orang?
Saya bukan gojek kok jadi satu bintang cukup.

BAG 16 | PAGE SCANDAL

Hening malam bertajuk rembulan pada langit malam terasa amat nyaman. Rosé bersiul di lorong apartemen yang temaram. Hanya lampu-lampu kecil yang masih menyala. Tangannya bergerak memutar kunci pada selip telunjuk. Gerakan bibirnya teratur karena kunyahan permen karet, mengoyak kecil dan merasakan sesap manis di dalam indera penyecap.

Rosé memaksakan tawanya. "Enam bulan?"

Lafal Andini yang mendayu lembut lewat telinga selalu terputar di pikirannya. Ada rasa tidak percaya yang menyelimuti selain sesak yang menyerangnya terus menerus. Mata Rosé menyipit karena ingatan itu kembali lagi bagai kaset rusak. Menahan bulir bening pada sanggaan kelopak agar tidak terjatuh.

Rosé menempel kartu di sebelah kanan pintu. Dia menghela napas sebelum mendorong untuk membuka. Tangannya meraba pinggir dinding untuk menekan saklar. Penerangan mulai menyambutnya. Namun, keningnya mengkerut. Terdengar suara televisi menyala di ruang tengah.

Rosé membola, dari belakang sofa dapat dia lihat postur tubuh seorang lelaki. Potongannya rapi, Rosé mengendap pelan bersiap untuk memberi beberapa pukulan pada orang sembarang yang memasuki apartemennya. Namun, otaknya bekerja lebih cepat, tangan kanannya menyingkap rok, mengambil pisau yang selalu dibawanya kemana-mana sebagai perlindungan.

"Bertingkahlah seperti orang normal, Rosé."

Rosé dengan keterkejutannya berhasil membuat genggaman pada gagang pisau mengendur hingga jatuh terpelanting di atas keramik putih.

Dan, sial. Rosé mengenali suara seksi ini.

Tentu suara yang paling dirindukan api neraka.

Tatapan Rosé sinis. "Ngapain lo disini?"

Lelaki itu, Juven. Dia duduk pada ujung sofa dengan lipatan kaki yang saling menumpu. Tangannya bermain-main pada remote televisi untuk mengganti tayangan.

Dari balik bibirnya, tertahan segaris lengkungan.

"Ini apart gua," jawabnya dengan santai. Rosé hampir saja menyemburkan tawa sebelum Juven melempar satu map biru di depan wajahnya membuat dia bersusah payah untuk mengontrol emosi.

Dengan segera, Rosé mengambil dan membuka map tersebut. Netranya tiada henti mengamati kegiatan Juven di belakangnya. Sungguh, dia sangat picik dan gila.

Rosé menggeram ketika membacanya di dalam hati, tangannya dengan kuat meremas kertas tersebut hingga kusut tak beraturan. Dia melempar tepat belakang kepala Juven.

"Atas nama Juven Rakanda?" Rosé tertawa dengan paksa. "Sebegitu tergodanya lo sama gua sampai lancang beli kamar gua?"

Juven menolehkan kepalanya ke belakang, memperhatikan Rosé yang terlihat berantakan. Dia tersenyum sangat tipis.

"You are wrong, Rosé. Not only the room, but this apartment is mine. Understand beautiful lady?" Alis Juven terangkat satu membiarkan Rosé merasakan perihnya sendirian. Gadis itu masih terdiam di tempat. Tidak ada pergerakan yang dilakukannya.

"Lo ngancam papa supaya gua pergi dari rumah?"

Juven mengangguk, seringainya terlihat. "Of course."

PAGE SCANDAL (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang