21.11 Surat: Pertemuan Dengan Mama

2.4K 831 50
                                    

Teruntuk bulan Januari.

Aku selalu bingung kenapa harus aku yang kayak gini? Kenapa harus aku yang ada di dunia dengan orang-orang ini?

Kesalahan. Seharusnya aku gak perlu ada. Gak ada satupun orang di sini yang nganggap aku ada. Gak ada bedanya sama hantu. Gak guna, bikin risih.
Bahkan mama juga berpikir gitu. Aku sakit hati, sakit banget. Rasanya udah mati semua. Kayak dibunuh secara perlahan.

Padahal aku masih berharap mama jemput aku, sama kayak janjinya bertahun-tahun lalu. Tapi kayaknya mama juga sama, dia juga ikut pergi. Secara gak langsung ngusir aku buat gak ganggu kehidupannya yang baru. Secara gak langsung nyonggok aku buat diam dan nikmatin semuanya. Aku capek banget. Sesusah itukah nerima aku ada?

Asal tau aja, aku benci hidup di dunia, aku capek buat berharap malaikat mau jemput lebih cepat. Karena semua gak ingin aku di sini. Aku mengajukan diri buat bunuh diri sendiri di jalanan sore itu. Bahkan malaikat maut pun gak nerima aku buat ikut dia. Aku masih ada di dunia. Ngerasain sakit, dijatuhin, dilukain, diinjek-injek, dibuang.

Jadi buat apa?

Buat apa? Takdir kenapa jahat banget?
Aku cuma pengin mati terus semuanya bakal berakhir dengan bahagia. Aku gak bakal berharap mama jemput, gak berharap papa datang. Gak berharap hidup bahagia. Gak akan pusing lagi. Gak akan ngerasa sakit lagi. Aku gak akan berharap apapun lagi. Aku cuma mau mati.

Kenapa semuanya susah banget sih? Aku salah apa? Aku gak minta buat ada di dunia. Sebenarnya siapa yang salah? Aku yang ada karena kalian. Atau kalian yang membuat aku ada?

Ciera Pelita

Sang rembulan bersinar terang dalam kelam malam, bintik-bintik cahaya bintang menghiasi langit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sang rembulan bersinar terang dalam kelam malam, bintik-bintik cahaya bintang menghiasi langit. Udara dingin menyerbak, dersik dedaunan mengema mengisi kekosongan.

Jalanan masih sesibuk biasanya, kendaraan lalu-lalang. Seiring berjalan waktu mulai menyepi.
Minimarket persimpangan jalan itu lengang, Ciera membawa mie cup goreng yang baru ia seduh dari dalam minimarket bermaksud kembali ke tempat duduk awalnya. Ransel kuning masih tersandang apik menemani keseharian tak lupa jaket merah marun kebesaran.

Poninya tersapu angin, Ciera terhenti menemukan sosok wanita dalam balutan kemeja serta hijab berwarna senada coklat muda. Bibir si gadis terkatup rapat, langkahnya ragu menyeret kursi guna duduk di samping.

Sorot mata si wanita hampa menuju jalanan, barangkali sedang menghitung jumlah kendaraan menghilangkan bosan. Ciera menggenggam mi cupnya erat, mencoba mencari kehangatan dalam suasana dingin ini.

"Ma, apa kabar?" sapanya kemudian menatap lurus ikut-ikutan memperhatikan jalanan. Si wanita tersentak, Ciera menoleh tersenyum lebar, matanya membentuk bulan sabit. Rambut pendeknya terkuncir acak-acakan. Kentara sekali hidup serampangan.

Surat Untuk JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang