00.00 Aksara: Pertemuan Pertama

13.2K 1.6K 217
                                    

"Kamu tahu Ciera, sepenuhnya tahu pada kenyataanya dunia tidak berputar menjadikan satu manusia sebagai porosnya. Kamu bukan satu-satunya tokoh utama di semesta ini. Kamu tahu itu Ciera. Tahu pasti."

"Mau permen?" Itu adalah kalimat pertama yang gadis tersebut lontarkan pada Aksara, mata bulatnya mengkilap, rambut pendek terkuncir berantakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau permen?" Itu adalah kalimat pertama yang gadis tersebut lontarkan pada Aksara, mata bulatnya mengkilap, rambut pendek terkuncir berantakan. Hal mencolok lainnya adalah lengan baju jaket merah marunnya yang menutupi setengah jemari tangan kini tengah menyodorkan tiga butir permen berbeda rasa pada Aksara. Cowok itu diam sejenak menatap bingung sodoran permen tersebut, lalu balik menatap Ciera kembali.

"Gak gue kasih pelet kok ini, serius," katanya tersenyum lebar. Hari itu, jam istirahat pertama saat kelas sepenuhnya menyisakan mereka berdua, sejujurnya Aksara, cowok berperawakan tinggi itu agak canggung menghampiri seseorang apalagi orang itu adalah manusia yang jarang bergaul atau berbaur di dalam kelas. Agak kaget juga ketika ia mendekat langsung ditawari permen tiba-tiba, tapi kayaknya bungkusnya masih bagus jadi tidak ada racun yang mungkin dimasukan ke sana. Aksara meraup tiga permen tersebut memasukannya ke saku celana, lumayan pikirnya permen gratis biar mulut tidak kering amat nanti jam pelajaran akhir.

Awal kedekatan mereka adalah permen. Sejujurnya tidak juga sih, karena sumpah demi apapun, Aksara merupakan tipe manusia mager buat mendekat ke orang asing. Semua bermula dari tugas wali kelas yang menyuruhnya menanyakan perihal Ciera yang jarang mengerjakan tugas sekolah dan keseringan bolos pada pagi hari.

Akibatnya sebagai ketua kelas Aksara lebih memilih menyebutnya sebagai budak wali kelas ketimbang ketua.

Bagaimana ya? Tidak satupun niat di hati mau nyalon sebagi ketua kelas, hanya modal tampang kalemnya dan bukan termasuk golongan berisik di kelas dengan pakaian lumayan rapi serta rajin. Dengan sangat-sangat demokratisnya seluruh penghuni kelas menunjuknya sebagai pemimpin mereka, yang kalau mana upacara hari Senin dia harus berdiri di depan. Capek sialan. Bisa-bisanya orang malesan kayak dirinya jadi ketua kelas, mana pakai dipaksa pula.

"Serius deh Sara, kasih tips biar tinggi dong," ucap Ciera suatu ketika saat jam kosong.

Sara. Nama yang tidak ada maco-maconya sama sekali merupakan nama panggilan yang astagfirullah bikin Aksara merasa salah satu bagian kaum waria magang di perempatan.

"Aksa," koreksi Aksara masih tidak terima.

"Sara lebih bagus."

"Heh, nama gue seganteng itu lo panggil Sara?" protesnya yang hampir setiap kali dilakukan ketika Ciera memanggilnya demikian.

"Sara cakep itu fix banget elah cakepnya paripurna menembus cakrawala menguasai alam semesta."

"Ngaco lo! Gak ada! Aksa!"

Hingga pada akhirnya Aksara mulai lelah dan mencoba terbiasa menerima panggilan kasih sayang seorang Ciera kepadanya.

Yah, keduanya menjadi teman dekat, Ciera tidak seperti apa Aksara bayangkan sebelumnya, gadis itu sedikit berbeda atau mungkin sangat berbeda. Sayangnya, gara-gara sedikit masalah keduanya merenggang. Satu hari setelahnya keduanya kembali menjadi orang asing, lalu keesokannya lagi Ciera tidak hadir ke sekolah bahkan sampai seminggu penuh.

Surat Untuk JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang