Teruntuk bulan Januari.
Kenapa semuanya kerasa gak adil? Terus kenapa pula semua hal yang aku miliki keliatan adil sama semua orang?
Aku gak pengen keliatan sedih, aku gak pengen nangis depan orang-orang yang aku kenal, aku gak pengen keliatan menyedihkan. Aku gak pengen dikasihani.Aku bener-bener pengen menghilang.
Aku gak tau harus senang apa enggak pas semua orang percaya kalau aku bener-bener ketawa dengar lelucon mereka saat aku pengen nangis.Pipiku rasanya udah sakit buat maksa pura-pura senyum setiap menit.
Otakku udah gak bisa diajak kerja sama buat bersikap semua bakal baik-baik aja.Nyatanya semua gak pernah baik-baik aja. Aku capek banget, rasanya semua badanku udah remuk, bangun pagi rasanya berat. Narik napas rasanya susah.
Aku keliatan bahagia bukan berarti aku bahagia beneran.
Aku iri. Aku iri sama semua orang, aku iri banyak hal. Aku benci banyak hal dan yang paling aku benci adalah diriku sendiri.
Apa aku udah keterlaluan banget ya pura-pura bahagianya? Sampai semua orang ketipu terus nyalahin aku ketika aku bilang aku iri, aku capek liat dunia.
Bahkan Aksara juga marah-marah.Padahal di antara banyak hal di dunia terjadi, aku yang seharusnya kecewa.
Kenapa satu-persatu orang di hidupku pergi.Kenapa aku cuma sendirian? Kenapa cuma aku yang gak boleh pergi?
Ciera Pelita
Deras rintik hujan luar sana membasahi hampir semua permukaan bumi, tetes-tetes air berterbangan masuk ke dalam jendela kelas sengaja terbuka lebar. Ruangan sunyi penghuni tersebut sepenuhnya lengang meninggalkan bangku-bangku kosong dan papan tulis penuh coretan. Ciera berjalan keluar setelah membuka sepasang sepatu dan menyimpannya ke dalam ransel kuning cerahnya. Dengan jas hujan biru buluk ia berbalik memperhatikan wajah kesal Aksara.
Dunia selalu terasa mencengkam, segala yang berputar sekitar Ciera berupa monokrom tak bermakna selayaknya hari-hari terakhir pergantian tahun penuh air dingin.
Semesta terlalu luas sedangkan Ciera bagaikan satu partikel kecil yang melayang terombang-ambing diterpa angin kencang. Semua berputar pada poros hidup masing-masing dan poros hidup Ciera tersendat-sendat sekarat.
Ia tak pernah ingin peduli mengenai komentar-komentar menyakitkan orang-orang sebab itu adalah fakta sebenarnya, peduli membuat langkahnya kian lumpuh. Ia memilih tuli.
Bangun pagi berharap dunia sedikit berbaik hati, merasa was-was ketika semua berjalan baik-baik saja. Apa lagi hal buruk yang akan menimpa?
Ia jadi terlalu curiga mengenai takdir setiap detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Januari
Teen FictionSelayaknya segaris lintang jingga dalam biru senja. Atau selayaknya seutuh hangat menyelimuti setiap manusia ditemuinya. Wajahnya terangkat menampilkan senyum tanpa seraut luka. Namanya Ciera Pelita. Seharusnya surat dalam kotak ungu itu dikirim pad...