"Banyak hal terlalu asing untuk sekadar diucapkan. Lebih mudah menggoreskan banyak luka ketimbang memberi bahagia. Tapi memang begitulah takdir bekerja dan begitulah waktu menyeret manusia ke dalamnya."
✉✉✉
Suasana tenang kafe memberi sensasi berbeda, kepulan asap dari cangkir-cangkir meja kayu, riuh redam suara-suara dikeluarkan pengunjung. Pada sudut ruangan, sebelah dinding kaca memamerkan keadaan luar sana tempat yang biasanya Kai gunakan merenungi banyak hal menyaksikan bagaimana manusia menjalani hari. Tempat yang juga biasanya ia gunakan memperhatikan Ciera sambil mencari celah menjahili si gadis. Pada hari ini, ia gunakan untuk berdiskusi untuk mencari sesuatu nan hilang, sosok berharga. Ciera Pelita.
Bagian luar menampilkan Mendung menggantung, langit gelap yang siap menurunkan curah basah. Jalanan kering penuh debu serta asap polusi menganggu rasanya sudah cukup menjadi alasan hujan untuk dinanti.
Bang Agus kembali membawa napan berisi jus jeruk milik Aksara. Tidak ada yang memulai percakapan antara mereka, semuanya memilih diam fokus pada kotak ungu terletak tengah-tengah meja mereka kelilingi.
Aksara dapat melihat sudut bibir Oza memiliki sedikit bekas keunguan membengkak, serta bagian mata bergores luka seperti cakaran kuku terpampang begitu mencolok. Ia tak berani bertanya, sebab aura Oza tidak enak sejak pertama kali mereka datang berkumpul di kafe ini seperti kesepakatan. Entah sejak kapan pula keempatnya kini bahkan memiliki grup obrolan dalam ponsel masing-masing mengirim info-info mereka dapatkan bahkan berdiskusi kecil perihal kehilangan Ciera.
Sedangkan Kai, duduk bertopang dagu mencoba bersikap acuh tak acuh. Masing-masing pikiran melalang buana entah ke mana, berkelana mencari sumber pemecah masalah. Jemari Kenzie mengetuk meja, berdehem mencoba mengambil alih eksistensi semua orang padanya. Meja bundar berbahan kayu itu berdecit sebentar. Sedangkan di luar sana, mulai turun gerimis hujan.
Meski dari banyaknya obrolan mereka selama ini hanya berakhir kekosongan hampa tanpa harapan. Ia hanya ingin berharap sebelum Desember ini usai, Ciera benar-benar kembali dengan wajah penuh keceriaan itu lagi. Agak egois berharap demikian, hanya saja keempatnya terlalu tak rela menerima kenyataan.
"Jadi?" tanya Kenzie singkat.
Embus napas panjang terdengar, Oza bersandar lelah melipat kedua tangan depan dada, matanya memejam masih mencoba memutar otak sekiranya ke mana si gadis pergi dan apa yang tengah dilakukan.
Kotak memorinya mengingat kembali betapa menyeramkan seorang Kenzie tadi pagi, jangan ditanya. Oza nyaris sekarat kalau ayah tidak datang cepat-cepat melerai mereka. Padahal matahari masa itu baru menyembul dari persembunyian, ayah berlari hingga derap langkahnya keras sekali mengisi rumah. Dan menemukan Oza dan Kenzie tengah bersitegang berkelahi.
Alasannya?
Kotak ungu tersebut.
Oza mengusap wajah gusar, meringis kecil.
"Gue bisa temuin orangnya langsung tanpa menghabiskan banyak waktu!" teriak Oza lantang.
"Terus lo mau apa, hah?" Kenzie menjerit menerjangnya cepat menghantam wajah Oza dengan pukulan keras.
"Lo mau apa?" Ulangnya kencang.
"Kita udah sepakat, nyarinya bareng-bareng! Serahin kotak itu ke gue sekarang!"
Seumur hidup baru kali ini Oza menyaksikan bagaimana Kenzie marah besar, matanya memerah kentara hendak menangis, kekuatannya bukan main-main. Nada bicaranya yang tajam dan keras serta tutur bahasanya yang tiba-tiba berbeda kepadanya. Tak seperti biasa. Kenzie seketika berubah menjadi monster.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Januari
Roman pour AdolescentsSelayaknya segaris lintang jingga dalam biru senja. Atau selayaknya seutuh hangat menyelimuti setiap manusia ditemuinya. Wajahnya terangkat menampilkan senyum tanpa seraut luka. Namanya Ciera Pelita. Seharusnya surat dalam kotak ungu itu dikirim pad...