Selayaknya segaris lintang jingga dalam biru senja.
Atau selayaknya seutuh hangat menyelimuti setiap manusia ditemuinya.
Wajahnya terangkat menampilkan senyum tanpa seraut luka.
Namanya Ciera Pelita.
Seharusnya surat dalam kotak ungu itu dikirim pad...
"Semua orang datang dan pergi. Menghilang satu persatu mencari tempat baru. Tidak ada yang menatap dalam jangka waktu selamanya. Pada akhirnya kamu benar-benar ditakdirkan untuk sendirian. Sebab kamu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aksara." Begitu ucapnya memperkenalkan diri pertama kali bertemu dengan Kai di kafe Jingga sore hari, masih mengenakan seragam sekolah lengkap, berpenampilan lumayan kusut. Rambutnya berantakan ketika masuk.
Kai mengernyit, cowok berpostur tubuh bongsor dengan wajah setengah bule itu tak mengerti mengapa ia dicari. Namun mendengar nama Ciera disebut, Kai sontak menarik Aksara masuk duduk berdua pada bagian pojok salah satu tempat ternyaman, tempat favoritnya menyendiri atau sekedar kumpul bareng teman. Aroma kopi mendominasi penciuman, suasana sendu itu semakin tercipta ketika, Aksara mengeluarkan sesuatu dari dalam ransel hitamnya. Kai hanya diam memperhatikan gerak-gerik cowok di hadapan, menunggu penjelasan karena siapa tahu Aksara tahu mengenai keberadaan Ciera dan alasan gadis itu tidak lagi datang bekerja di kafe.
Kotak ungu, tergelatak pada meja, keduanya sama-sama terdiam cukup lama tidak tahu harus mulai berbicara dari mana. Begitu banyak pertanyaan dalam benak masing-masing begitu ingin diutarakan sayangnya tak berani terucap gamblang. Keduanya tak lebih sosok asing yang baru bertemu lewat pelantara hilangnya Ciera.
Kafe cukup ramai saat ini, suara cakap-cakap mengenyahkan keheningan. Lalu seseorang datang membawa minuman yang beberapa menit lalu dipesankan Kai. Sejujurnya Aksara ingin bilang ia tak suka kopi, tapi ia terlalu segan mengatakannya.
"Jadi, Ciera?" tanya Kai memecahkan keterdiaman antara mereka.
Aksara menghembus napas panjang, kentara sekali letih banyak pikiran, matanya bahkan kini memiliki kantung hitam. Tangannya mendorong kotak ungu mendekat ke arah Kai.
"Soal Ciera, dia kayaknya nyembunyiin banyak hal ke semua orang yang bahkan gak akan lo sangka," katanya.
Kai mengernyit tidak mengerti membuka tutup kotak berwarna ungu tersebut sambil membaca pesan peringatan yang tertulis di tutup itu.
Dua pasang manik itu mengunci satu sama lain sejenak.
"Gue tau lo pasti juga bingung nyari Ciera yang tiba-tiba gak datang lagi."
Kai semakin heran melihat banyak surat-surat di dalam kotak, sebuah boneka beruang putih kecil usang, lembaran foto foto, serta banyaknya permen-permen berbagai rasa.
"Gue juga gak tahu ke mana Ciera pergi dan apa yang dia lakuin saat ini."
Aksara dengan sangat-sangat berat hati, meronggoh saku mengeluarkan lipatan kertas lain. Wishlist milik Ciera serta list nama-nama orang yang dekat dengan gadis itu.
"Lo salah satu yang dekat dengan Ciera, jadi gue rasa walau nama lo udah dikasih tanda silang di sana."
Jemarinya menunjuk pada urutan nama Kai bersama deretan nama-nama lainnya. Tidak ada satupun dari urutan di sana yang akan diputuskan oleh Ciera akan dikirimkan kotak ungu.