"Dan entah bagaimana, kamu masuk dalam bab cerita milik orang lain sebagai alasan kecil memberi percik bahagia. Tanpa kamu sadari pula telah mengubah banyak hal dalam hidup mereka. Bukankah kehidupan itu lucu?"
Aroma setelah hujan turun awal bulan Februari minggu ini menjadi salah satu momen tak terkira. Nyanyian lantang anak-anak bersahut-sahutan, kaki-kaki mungil melompat-lompat kecil melewati genangan air pada halaman luas belakang.
Sinar matahari mulai menyembul kepermukaan. Ayunan yang masih basah dengan Ciera di atasnya, berayun-ayun merasakan terpaan embus angin membelai lembut.
Tawa-tawa mengema mengisi udara, senyum tersungging pada wajah si gadis, rambut sebahunya yang telah mulai memanjang, hari ini tersisir rapi.
Bagian ujung kemejanya basah terkena titik air jatuh dari rimbun daun pepohonan, rok coklat selutut mengikuti arah ayunan kian kencang terbang.
Panti kecil berisi sebelas anak-anak di pinggir kota terasa menenangkan. Jauh dari riuh redam keramaian mengusik, jauh dari orang-orang yang membuat Ciera membenci hadirnya.
Atas segala yang terasa begitu berat menimpa hidup. Atas semua sedih menjelma luka dalam duka belum ia ikhlaskan. Ciera menunduk mencoba menghitung setiap dedaunan jatuh.
Sadar betapa angin kencang meniup ranting-rantingnya hingga nyaris patah, menyapu setiap kuncup-kuncup sampai terlepas. Hampir merenggut akar hidup Ciera dan memilih sirna.
Manik mata coklat kelamnya menerawang jauh melayang menuju ke masa lalu. Walau semua terasa begitu berat. Dia ingin mencoba kembali. Sekali lagi ia ingin mencoba menjadi pohon baru yang telah melewati badai kencang.
Meski digoyangankan angin, meski diterpa badai, meski disapu tsunami. Kali ini, ia ingin mencipta tunas baru dalam hidupnya.
Binar-binar mata polos anak-anak yang begitu tangguh melihat masa depan. Kepercayaan teguh untuk terus berjalan meski hanya memiliki sedikit hal tersisa dalam genggaman tangan kecil itu.
Ciera ingin menjadi anak-anak kembali. Berlari sampai lelah, tertawa kencang mendengar lelucon aneh, menangis meraung hanya karena tak dibelikan es krim.
Jika dipikirkan lagi, hidup pada masa kecil terasa amat sederhana. Hati yang sakit akan sembuh ketika ia bangun dari tidur. Amarah yang membara akan mereda ketika ia menikmati makanan favorit.
Tidak ada rasa penyesalan menyelam amat dalam mengisi hari-hari. Hidup seakan berjalan apa adanya. Ciera kecil menerimanya dengan harap masa depan akan lebih berwarna.
Mungkin Tante Sera benar "Hidup penuh penyesalan, jatuh, tangis, luka lalu bangkit untuk tumbuh. Segala orang di dunia punya alasan. Semua kejadian-kejadian punya sebab. Tapi semesta selalu memberi makna."
Kalimat yang Ciera kira sebagai omong kosong belaka. Semakin bangkit semakin banyak hal terpatahkan.
"Cara bahagia terbaik adalah melepaskan, dan menerima banyak hal dari hidup."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Januari
Novela JuvenilSelayaknya segaris lintang jingga dalam biru senja. Atau selayaknya seutuh hangat menyelimuti setiap manusia ditemuinya. Wajahnya terangkat menampilkan senyum tanpa seraut luka. Namanya Ciera Pelita. Seharusnya surat dalam kotak ungu itu dikirim pad...