[ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ]
Kenyataan buruk Reizo adalah ketika Shenora hilang dari teritorinya. Entah kemana, tak ada kabar sedikit pun.
Sampai ia tahu dimana Shenora, tapi lagi-lagi ia harus menerima kenyataan bahwa Shenora kehilangan ingatan...
"Kamu gak suka liat aku nangis, kan? Maka, kamu harus tahu, kalau malam ini aku nangis karena kamu."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝓱𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓻𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰
Mid semester telah selesai satu minggu lalu, bahkan hasil ujian sudah keluar. Cukup bagus, walau hasilnya dominasi B, tapi Shenora cukup puas dengan hasil itu. Sedangkan rencana main mereka akan dilaksanakan lusa, mereka memutuskan untuk menginap di vila, membuat party kecil di malamnya.
Seperti biasanya, sepulang sekolah Shenora akan pergi ke kafe tempatnya bekerja. Semua masih berjalan lancar, hingga ia disuruh menemui owner kafe. Seakan kejatuhan meteor, Shenora tak bisa untuk tidak terkejut.
"Kamu sudah tidak perlu datang ke sini lagi." Sebuah pemecatan secara halus. Sang owner kafe itu menghela napasnya pelan. "Maaf, Shei," ucapnya menatap Shenora bersalah. "Kamu bisa beresi barang-barang kamu, dan ini gaji terakhir kamu."
Shenora menunduk, ia mengangguk pelan tanpa suara seraya mengambil amplop putih berisi gaji terakhirnya. "Terimakasih, Pak." Gadis itu berbalik pergi meninggalkan ruangan itu. Dengan kasar ia menghapus air matanya yang entah dari kapan turun.
Sampainya di lantai dasar, dengan segera Shenora memberesi barang-barangnya. Ia melirik Elyora yang menatapnya sedari tadi. "Kenapa, El?"
Elyora menghela napasnya. "Gue pasti kangen lo. Ih, anjing bener, apa maksud coba mecat lo?" gerutu gadis itu.
Shenora terkekeh kecil, kemudian menggeleng pelan. Shenora sudah rapi kembali dengan seragam sekolahnya, ia menggendong tas sekolahnya. "Bye El, aku duluan."
Shenora tersenyum, sebelum berbalik keluar. Gadis itu melangkahkan kakinya seraya mengusap pipinya yang basah. Sebelum langkahnya terhenti kita seseorang mencekal tangannya.
"Reize?" lirih gadis itu mendongakkan kepalanya.
Reizo bergumam. Cowok itu menarik lengan Shenora, lalu berhenti di samping mobil hitam miliknya, ia membantu Shenora masuk, sebelum kemudian ikut masuk ke dalam mobil, duduk di kursi pengemudi.
Tangan Reizo bergerak mengusap puncak kepala Shenora. "Cuman dipecat, gak usah nangis, ada aku, kamu masih punya aku."
Shenora mengernyit mendengarnya. "Kok kamu tau?" Pasalnya sedari tadi ia sama sekali belum mengatakan apapun. Tanpa diminta, sebuah asumsi hadir di kepalanya. "Ini ... kamu yang lakuin, Reize?"
Reizo membasahi bibirnya. Ia mengalihkan tatapannya, menatap lurus ke depan. "Gak perlu aku jawab, kan?"
Shenora tertawa pelan, yang terdengar hambar. "Jadi kamu?" Ia menggigit bibir dalamnya.
Seharusnya Shenora tak percaya dengan Reizo, tak percaya dengan izin cowok itu. Harusnya Shenora ingat bagaimana sikap otoriter Reizo. Mana mungkin Reizo akan mengizinkannya dengan mudah. Harusnya Shenora paham.